PENGARUH BUDAYA ORGANISASI DAN KEPEMIMPINAN TERHADAP MOTIVASI KERJA SERTA DAMPAKNYA PADA KINERJA ORGANISASI ( STUDI KASUS BAPPEDA KABUPATEN ACEH BESAR )

PENGARUH BUDAYA ORGANISASI
DAN KEPEMIMPINAN TERHADAP MOTIVASI KERJA SERTA DAMPAKNYA PADA KINERJA ORGANISASI
( STUDI KASUS BAPPEDA KABUPATEN ACEH BESAR )

TESIS

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
MAGISTER MANAJEMEN
Pada Program Studi Magister Manajemen
Program Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

Oleh

HASANUDDIN
NIM : 0909200020041

UNIVERSITAS SYIAH KUALA
PROGRAM PASCASARJANA
DARUSSALAM – BANDA ACEH
2011

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang Penelitian
Budaya organisasi merupakan sistem penyebaran kepercayaan dan nilai-nilai yang berkembang dalam suatu organisasi dan mengarahkan perilaku anggota-anggotanya. Budaya organisasi dapat menjadi instrument keunggulan kompetitif yang utama apabila dapat mendukung strategi organisasi dan dapat menjawab atau mengatasi permasalahan dengan cepat dan tepat (Soedjono,2005:23)
Salah satu permasalahan yang ada adalah bagaimana dapat menciptakan sumber daya manusia yang dapat menghasilkan kinerja yang optimal sehingga tujuan dari organisasi dapat tercapai. Berbagai cara perusahaan / organisasi berusaha meningkatkan kinerja organisasi diantaranya dengan memotivasi kerja pegawai melaui budaya organisasi dan kepemimpinan yang sesuai dengan harapan pegawai.
Untuk mendapatkan kepemimpinan yang sesuai dengan harapan pegawai, dibutuhkan seorang pimpinan untuk mengelola dan mengendalikan berbagai fungsi subsistem dalam organisasi agar tetap konsisten dengan tujuan organisasi karena pemimpin merupakan bagian penting dalam peningkatan kinerja para pekerja (Bass,1994 dalam Cahyono 2005). Disamping itu kemampuan pemimpin dalam menggerakkan dan memberdayakan pegawai akan mempengaruhi kinerja pegawai. Perilaku pemimpin memiliki dampak signifikan terhadap sikap, perilaku dan kinerja pegawai. Efektivitas pemimpin dipengaruhi karakteristik bawahannya dan terkait dengan proses komunikasi yang terjadi antara pemimpin dan bawahan. Pimpinan dikatakan tidak berhasil apabila tidak dapat memotivasi, menggerakkan dan memuaskan pegawai pada suatu pekerjaan dan lingkungan tertentu. Diantara tugas pimpinan adalah memberikan motivasi kepada bawahannya (Lodge dan Derek, 1993).
Pemberian motivasi hanya akan efektif apabila dalam diri bawahan yang digerakkan terdapat keyakinan bahwa dengan tercapainya tujuan organisasi maka tujuan pribadipun akan ikut pula tercapai. Motivasi merupakan proses berkaitan antara usaha dan pemuasan kebutuhan tertentu. Kebutuhan adalah keadaan internal seseorang yang menyebabkan hasil usaha tertentu menjadi menarik. Artinya suatu kebutuhan yang belum terpuaskan akan menciptakan ketegangan yang pada gilirannya menimbulkan motivasi pada diri seseorang, (Hasibuan,2006 :113), dimana motivasi kerja tersebut dipengaruhi oleh berbagai factor.
Jadi, berbagai faktor yang mempengaruhi motivasi kerja perlu dianalisis lebih mendalam, sehingga akan diperoleh gambaran tentang faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya dan pada akhirnya akan berdampak pada keberhasilan organisasi. Sebagai contoh, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Aceh Besar untuk meningkatkan pencapaian kinerja organisasi mungkin akan dipengaruhi oleh budaya organisasi, kepemimpinan dan motivasi kerja.
Fenomena yang selama ini terjadi di Bappeda Kabupaten Aceh Besar pada saat ini adalah terjadinya penurunan kinerja para pegawai yang ditandai dengan penyelesaian laporan pertanggung jawaban anggaran kegiatan, dimana batas waktu yang diberikan tanggal 24 Desember 2010 harus sudah siap namun sampai tanggal 10 Januari 2011 belum siap laporannya. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) tahun 2010 seharusnya awal bulan Januari 2011 sudah diserahkan namun sampai akhir bulan Februari 2011 belum diserahkan kekantor Bupati Kabupaten Aceh Besar. Demikian halnya dengan Penyusunan Rencana Kerja SKPD tahun 2011 yang semestinya sesuai dengan agenda kerja pemerintah daerah awal bulan Januari 2011 harus sudah siap semua SKPD, namun Bappeda sampai akhir bulan Februari 2011 belum semua bidang menyusun rencana kerjanya.
Penurunan kinerja yang tersebut di atas, ditandai oleh menurunnya moitivasi kerja antara lain dapat dilihat dari persentase tingkat kehadiran pegawai Bappeda Kabupaten Aceh Besar tahun 2010. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 1-1
Daftar: Persentase tingkat kehadiran Pegawai Tahun 2010
No. B u l a n Persentase
Kehadiran
1. Januari 73.47
2. Feabruari 72.72
3 Maret 70.78
4 April 71.33
5 Mei 72.29
6 Juni 68.18
7 Juli 70.41
8 Agustus 67.86
9 September 64.12
10 Oktober 65.31
11 November 67.06
12 Desember 66.76
Rata-rata kehadiran 69.19

Sumber Bappeda Kab.Aceh Besar 2011

Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa persentase rata-rata kehadiran pegawai Bappeda Kabupaten Aceh Besar hanya 69.19 % dari total keseluruhan hari kerja pada tahun 2010. Keadaan tersebut diperparah lagi dengan hasil pengamatan selama 10 hari kerja yaitu dari tanggal 1 s/d tanggal 15 Desember 2010 banyak pegawai yang tidak ada dalam ruangan kerja. Setelah menanda tangani absen mereka pergi kewarung kopi bahkan ada sebagian dari mereka pergi keruang bagian umum untuk menonton TV sambil merokok. Yang lebih memperihatinkan lagi, bagi pegawai yang tinggal di Jantho pukul 12,00 wib siang mereka pulang kerumah, kembalinya pukul 16,00 wib hanya untuk menandatangani absen sore. Untuk lebih jelasnya hasil pengamatan tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 1-2
Daftar: Persentase Keberadaan Pegawai di Ruang kerja Bappeda
Kabupaten Aceh Besar Selama 10 hari kerja bulan Desember 2010

Hari Keberadaan Pegawai dalam Ruangan
Kehadiran Pukul: 8.30 s/d 12.00 Wib % Dalam Ruangan Pukul: 14.00 s/d 16.00 Wib % Dalam Ruangan
Rabu. 39 20 51.28 11 28.20
Kamis 36 21 58.33 10 27.78
Jum’at 25 12 48.00 7 28.00
Senin 43 25 58.13 14 32.56
Selasa 30 21 70.00 12 40.00
Rabu 33 23 69.70 11 33.33
Kamis 35 19 54.28 8 22.86
Jum’at 20 11 55.00 6 30.00
Senin 41 22 53.66 15 36.59
Selasa 28 19 67.86 13 46.43
Rata-rata dalam Ruang kerja 58.62 32.57

Sumber: hasil pengamatan
Dari tabel hasil pengamatan tersebut dapat dilihat bahwa persentase rata-rata pegawai yang ada di ruang kerja dari pukul 8.30 wib s/d pukul 12.00 wib sebesar 58.62 % dan hanya 32.57 % pegawai yang ada di ruang kerja pada pukul 14.00 wib s/d pukul 16.00 wib dari total keseluruhan pegawai yang hadir pada 10 hari kerja tersebut.
Dari fenomena diatas dapat disimpulkan bahwa banyaknya pekerjaan yang seharusnya dapat diselesaikan tepat waktu namun tidak dapat dilaksanakan, karena keinginan pegawai pergi ke kantor atau motivasi kerja untuk menyelesaikan pekerjaan relatif kurang. Demikian halnya banyak factor yang mempengaruhi motivasi seseorang dalam melaksanakan pekerjaan seperti: Budaya Organisasi dan Kepemimpinan yang berdampak pada kinerja organisasi.
Oleh karena itu berdasarkan latar balakang di atas, maka perlu dilakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Budaya Organisasi Dan Kepemimpinan Terhadap Motivasi Kerja Serta Dampaknya Pada Kinerja Organisasi (Studi Bappeda Kabupaten Aceh Besar)”

Rumusan Permasalahan
Berdasarkan latar belakang masalah penelitian yang dikemukakan, selanjutnya masalah tersebut dirumuskan dalam pertanyaan penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pengaruh Budaya Organisasi terhadap Motivasi kerja Pegawai Bappeda Kabupaten Aceh Besar ?
2. Bagaimanakah pengaruh Kepemimpinan terhadap Motivasi kerja Pegawai Bappeda Kabupaten Aceh Besar ?
3. Bagaimanakah pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja Bappeda Kabupaten Aceh Besar ?
4. Bagaimanakah pengaruh Kepemimpinan terhadap Kinerja Bappeda Kabupaten Aceh Besar ?
5. Bagaimanakah pengaruh Motivasi kerja terhadap Kinerja Bapppeda Kabupaten Aceh Besar ?

Tujuan Penelitian
Berlanjut dari latar belakang dan rumusan permasalahan di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk menganalisis dan membuktikan pengaruh Budaya Organisasi terhadap Motvasi kerja Pegawai Bapppeda Kabupaten Aceh Besar.
2. Untuk menganalisis dan membuktikan pengaruh Kepemimpinan terhadap Motvasi kerja Pegawai Bapppeda Kabupaten Aceh Besar .
3. Untuk menganalisis dan membuktikan pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja Bapppeda Kabupaten Aceh Besar .
4. Untuk menganalisis dan membuktikan pengaruh Kepemimpinan terhadap Kinerja Bapppeda Kabupaten Aceh Besar .
5. Untuk menganalisis dan membuktikan pengaruh Motvasi kerja terhadap Kinerja Bapppeda Kabupaten Aceh Besar .

Kegunaan Penelitian
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai :
1. Masukan bagi pimpinan untuk membuat kebijakan yang berkaitan dengan Peningkatan Motivasi Kerja Pegawai pada Bappeda Kabupaten Aceh Besar.
2. Tambahan referensi serta pembanding bagi peneliti lain, sehubungan dengan Pengaruh Budaya Organisasi Dan Kepemimpinan Terhadap Motivasi Kerja Serta Dampaknya pada Kinerja Organisasi .
3. Penambah wawasan dan ilmu pengetahuan bagi penulis dalam menyikapi tentang Pengaruh Budaya Organisasi Dan Kepemimpinan Terhadap Motivasi Kerja Serta Dampaknya pada Kinerja Organisasi

BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Budaya Organisasi
Budaya organisasional didefinisikan sebagai sistem makna, nilai-nilai dan kepercayaan yang dianut bersama dalam suatu organisasi yang menjadi rujukan untuk bertindak dan membedakan organisasi satu dengan organisasi lain (Mas’ud, 2004). Budaya organisasi selanjutnya menjadi identitas atau karakter utama organisasi yang dipelihara dan dipertahankan (Mas’ud, 2004).
Budaya organisasi berkaitan dengan konteks perkembangan organisasi, artinya budaya berakar pada sejarah organisasi, diyakini bersama-sama dan tidak mudah dimanipulasi secara langsung (Schenieder, 1996, dalam Cahyono 2005).
Lebih lanjut menurut Stoner (1996) dalam Waridin & Masrukhin (2006) mengatakan bahwa budaya (culture) merupakan gabungan kompleks dari asumsi, tingkah laku , cerita, mitos, metafora dan berbagai ide lain yang menjadi satu untuk menentukan apa arti menjadi anggota masyarakat tertentu. Budaya organisasi atau corporate culture sering diartikan sebagai nilai-nilai, simbol-simbol yang dimengerti dan dipatuhi bersama, yang dimiliki suatu organisasi sehingga anggota organisasi merasa satu keluarga dan menciptakan suatu kondisi anggota organisasi tersebut merasa berbeda dengan organisasi lain.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Cheki (1996) bahwa budaya organisasi adalah seperangkat norma, persepsi, pola perilaku yang diciptakan atau dikembangkan dalam sebuah organisasi untuk mengatasi asumsi atau pandangan dasar. Ini diyakini kerena telah berjalan baik dalam organisasi, sehingga dianggap positif dan diajarkan kepada pegawai sebagai cara yang tepat untuk berpikir bertindak dalam menjalankan tugas. Secara umum budaya organisasi didefinisikan sebagai serangkaian tata nilai, keyakinan dan pola perilaku yang membentuk identitas organisasi serta perilaku anggotanya ( Deshpande, 1999 )
Lebih lanjut lagi menurut Slocum dalam West (2000:128) mendefinisikan budaya organisasi sebagai asumsi-asumsi dan pola-pola makna yang mendasar dan dianggap sudah selayaknya dianut dan dimanifestasikan oleh semua pihak yang berpartisipasi dalam sebuah organisasi. Budaya organisasi diartikan juga sebagai seperangkat perilaku, perasaan dan kerangka phisikologis yang terinternalisasi sangat mendalam dan dimiliki bersama oleh anggota organisasi sehingga untuk merubah sebuah budaya harus pula merubah paradigma orang-orang yang telah melekat dengan nilai-nilai budaya tersebut, (Osborn & Plastrik,2000:252). Pada bagian lain Sofo (2003 : 384) memandang budaya sebagai yang mengacu pada nilai-nilai, keyakinan, praktek, ritual dan kebiasaan-kebiasaan dari sebuah organisasi.
Berdasarkan definisi budaya organisasi di atas, dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi merupakan faktor penting yang menentukan keberhasilan dan kelangsungan hidup sebuah organisasi karena budaya organisasi terkait dengan nilai-nilai bersama yang diyakini dan menjadi dasar dalam berperilaku. Nilai-nilai budaya organisasi tersebut dibentuk oleh beberapa indikator, sebagaimana disebutkan oleh Hofstede, et.al (1993), yaitu :
1. Profesionalisme pegawai,
2. Jarak dari manajemen.
3. Sikap terbuka.
4. Keteraturan pegawai.
5. Rasa tidak curiga.
6. Integrasi Pegawai.
Dengan demikian indikator – indikator yang disebutkan oleh Hofstede,et al (1993) tersebut di atas, akan dijadikan sebagai indikator budaya organisasi pada penelitian ini.
Di sisi lain, selain budaya organisasi sebagaimana dijelaskan di atas dapat mempengaruhi motivasi kerja serta berdampak kepada kinerja organisasi, kepemimpinan juga merupakan faktor yang dapat mempengaruhi kinerja. Secara lebih jelas, kepemimpinan akan dijelaskan pada sub bagian berikut.

Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok kearah tercapainya suatu tujuan. Kepemimpinan adalah pribadi yang dijalankan dalam situasi tertentu, serta diarahkan melalui proses komunikasi kearah pencapaian satu atau beberapa tujuan tertentu. Kepemimpinan menyangkut proses pengaruh sosial yang disengaja dijalankan oleh seseorang terhadap orang lain untuk menstruktur aktivitas dan pengaruh didalam kelompok/ organisasi (Robbins, 2006).
Selanjutnya Siagian dalam Waridin & Masrukhin (2006) berpendapat bahwa peranan para pimpinan dalam organisasi sangat sentral dalam pencapaian tujuan dari berbagai sasaran yang ditetapkan sebelumnya. Kepemimpinan mempunyai fungsi sebagai penentu arah dalam pencapaian tujuan, wakil dan juru bicara organisasi, komunikator, mediator, dan integrator.
Lebih lanjut menurut Siagian (2006) mengatakan perilaku pemimpin memiliki kecenderungan pada dua hal yaitu konsiderasi atau hubungan dengan bawahan dan struktur inisiasi atau hasil yang dicapai. Kecenderungan kepemimpinan menggambarkan hubungan yang akrab dengan bawahan misal bersikap ramah, membantu dan membela kepentingan bawahan, bersedia menerima konsultasi bawahan, dan memberikan kesejahteraan. Kecenderungan seorang pemimpin memberikan batasan antara peranan pemimpin dan bawahan dalam mencapai tujuan, memberikan instruksi pelaksaan tugas (kapan, bagaimana, dan hasil apa yang akan dicapai). Senada dengan hal tersebut Kartini (1994), menyatakan bahwa fungsi kepemimpinan adalah memandu, menuntun, membimbing, membangun, memberi atau membangunkan motivasi kerja, mengemudikan organisasi dan menjaring jaringan komunikasi dan membawa pengikutnya kepada sasaran yang ingin dituju dengan ketentuan waktu dan perencanaan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Kepemimpinan pada dasarnya adalah proses untuk mempengaruhi, menggerakkan, dan mengarahkan suatu tindakan pada diri seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu. Gambaran di atas juga sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Fuad Mas’ud (2004), yang mengatakan bahwa Kepemimpinan adalah proses yang digunakan oleh pemimpin untuk mengarahkan organisasi dan pemberian contoh perilaku terhadap para pengikut (bawahannya). Sedangkan gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang dipergunakan oleh seseorang pada saat mencoba mempengaruhi perilaku orang lain atau bawahan dan pemimpin tidak dapat menggunakan gaya kepemimpinan yang sama dalam memimpin bawahannya.
Dari gambaran di atas, maka dapat dijelaskan bahwa kepemimpinan akan dapat mempengaruhi motivasi kerja pegawai dalam mencapai tujuan organisasi. Secara lebih detil, penjelasan motivasi kerja akan dijelaskan pada sub bagian berikut.

Motivasi Kerja
Berbagai usaha yang dilakukan oleh manusia tentunya untuk memenuhi keinginan dan kebutuhannya, namun agar keinginan dan kebutuhannya dapat terpenuhi tidaklah mudah didapatkan apabila tanpa usaha yang maksimal. Mengingat kebutuhan orang yang satu dengan yang lain berbeda-beda tentunya cara untuk memperolehnya akan berbeda pula. Dalam memenuhi kebutuhannya seseorang akan berperilaku sesuai dengan dorongan yang dimiliki dan apa yang mendasari perilakunya, untuk itu dapat dikatakan bahwa dalam diri seseorang ada kekuatan yang mengarah kepada tindakannya. Teori motivasi merupakan konsep yang bersifat memberikan penjelasan tentang kebutuhan dan keinginan seseorang serta menunjukkan arah tindakannya. Motivasi seseorang berasal dari interen dan eksteren. Herpen et al. (2002); Mengatakan bahwa motivasi seseorang berupa intrinsik dan ekstrinsik Sedangkan Gacther and falk (2000), Kinman and Russel (2001); Motivasi intrinsik dan ekstrinsik sesuatu yang sama-sama mempengaruhi tugas seseorang. Kombinasi insentive intrinsik dan ekstrinsik merupakan kesepakatan yang ditetapkan dan berhubungan dengan psikologi seseorang.
Motivasi adalah hal yang menyebabkan, menyalurkan dan mendukung perilaku manusia, supaya mau bekerja giat dan antusias mencapai hasil yang optimal (Amri, 2008). Motivasi kerja adalah keadaan kejiwaan dan sikap mental manusia yang memberi tenaga, mengarahkan, menyalurkan, mempertahankan, dan melanjutkan tindakan dan perilaku pegawai atau tenaga kerja (Tansuhaj, et al, 1998). Pada hakekatnya motivasi pegawai dan pimpinan berbeda karena ada perbedaan kepentingan, maka perlu diciptakan motivasi yang searah untuk mencapai tujuan bersama dalam rangka kelangsungan usaha dan ketenangan kerja sehingga apa yang menjadi kehendak dan dicita–citakan kedua belah pihak dapat diwujudkan (Vest dan Markham, 1994).
Selanjutnya, Fuad Mas’ud (2004 : 39) mendefinisikan motivasi sebagai pendorong (penggerak) yang ada dalam diri seseorang untuk bertindak. Untuk dapat melaksanakan tugas dan pekerjaan dengan baik membutuhkan motivasi dari setiap pegawai. Pegawai yang memiliki motivasi yang tinggi akan dapat melaksanakan pekerjaan dengan lebih baik, dibandingkan dengan pegawai yang tidak memiliki motivasi. Setiap orang mempunyai sesuatu yang dapat memicu (menggerakkan) baik itu berupa kebutuhan material, emosional, maupun nilai-nilai atau keyakinan tertentu.
Lebih lanjut Menurut Hasibuan, (2006:95) motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerjasama, bekerja efektif dan berintergrasi dengan segala daya upaya untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Sedangkan pengertian kerja menurut Hasibuan, (2006:95), adalah “sejumlah aktivitas fisik dan mental untuk mengerjakan suatu pekerjaan.
Dari berbagai pengertian motivasi dan pengertian kerja di atas, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya motivasi kerja adalah suatu dorongan yang muncul dari dalam diri seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan dalam rangka rnemenuhi keinginan atau kebutuhannya, baik yang dipengaruhi oleh faktor intern maupun faktor ekstern organisasi
Menurut Naylin (2000:133) motivasi dapat ditingkatkan apabila keinginan dan kebutuhan yang diharapkan pegawai dapat dipenuhi. Kebutuhan dan keinginan tersebut antara lain :
a. Pegawai ingin dipuji dan diakui.
b. Pegawai membutukan jarninan terhadap pekerjaan.
c. Pegawai mernbutuhkan kesempatan untuk maju dan memperoleh pengalarnan.
d. Pegawai membutuhkan komunikasi,
e. Pegawai membutuhkan adil, keadilan akan tejamin terutama dari perlakuan terhadap bawahan dalarn hal-hal, promosi jabatan penghargaan, pemberian fasilitas dinas dan sebagainya.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa tidak ada motivasi jika tidak dirasakan adanya kebutuhan dan kepuasan serta ketidakseimbangan. Rangsangan terhadap hal tersebut akan menumbuhkan tingkat motivasi kerja pegawai dan motivasi yang telah tumbuh merupakan dorongan untuk mencapai tujuan sebuah organisasi. Untuk memahami motivasi kerja pegawai dalam penelitian ini digunakan teori motivasi dua factor yang dikemukakan oleh Frederick Herzberg (1966) dan hanya membatasi pada faktor instrinsik. Sebagai pertimbangan peneliti adalah : pertama, teori yang dikembangkan oleh Herzberg berlaku mikro yaitu hanya untuk pegawai atau pegawai ditempat ia bekerja saja. Sementara teori hirarki kebutuhan oleh Maslow misalnya berlaku makro yaitu manusia pada umumnya. Kedua teori Herzberg lebih eksplisit dari teori hirarki kebutuhan oleh Maslow khususnya mengenai hubungan antara kebutuhan dalam performa pekerjaan (Leicker and hall dalam Timpe,2004:55)
Menurut Herzberg ada dua factor yang mempengaruhi kondisi pekerjaan seseorang adalah motivasi instrinsik yaitu daya dorong yang timbul dari dalam diri masing-masing orang, dan motivasi ekstrinsik yaitu daya dorong yang datang dari luar diri seseorang terutama dari organisasi tempat ia bekerja.
Faktor-faktor motivasi menurut Herzberg yang dikutip oleh Siagian (2004:164 adalah sebagai berikut:
a. Faktor Instrinsik
– Keberhasilan
– Pengakuan / penghargaan
– Pekerjaan itu sendiri
– Tanggung jawab
– Pengembangan
b. Faktor ekstrinsik
– Kebijaksanaan dan administrasi
– Supervisi
– Gaji / upah
– Hubungan antar pribadi
– Kondisi keja
Dari faktor-faktor motivasi di atas dapat dijelaskan bahwa seseorang yang terdorong secara insrinsik akan menyenangi pekerjaannya, memungkinkan menggunakan kreatifitas dan inovasi serta tidak perlu diawasi dengan ketat. Kepuasan disini tidak dikaitkan dengan perolehan hal-hal yang bersifat materi. Sebaliknya, mereka yang terdorong oleh faktor-faktor ekstrinsik cendrung melihat kepada apa yang diberikan oleh organisasi kepada mereka dan kinerjanya diarahkan kepada perolehan hal-hal yang diinginkannya dari organisasi. Menurut Herzberg faktor ekstrinsik tidak akan mendorong para pegawai untuk berforma baik, akan tetapi jika factor-faktor ini dianggap tidak memuaskan dalam berbagai hal seperti gaji tidak memadai, kondisi kerja tidak menyenangkan, hal tersebut dapat juga menjadi sumber ketidakpuasan potensial.
Lebih lanjut Herzberg berpendapat bahwa apabila manajer ingin memberi motivasi pada bawahannya yang perlu diperhatikan terlebih dahulu adalah faktor-faktor yang menimbulkan rasa puas yaitu dengan mengutamakan motivasional yang sifatnya instrinsik. Faktor motivasi yang sifatnya instrinsik dapat dijelaskan dengan indikator-indikatornya adalah sebagai berikut :
1. Keberhasilan
Setiap orang tentu menginginkan keberhasilan dalam setiap kegiatan/tugas yang dilaksanakan. Pencapaian prestasi atau keberhasilan (achievement) dalam melakukan suatu pekerjaan akan menggerakkan yang bersangkutan untuk melakukan tugas-tugas berikutnya (Saydam, 1996:246). Dengan demikian prestasi yang dicapai dalam pekerjaan akan menimbulkan sikap positif, yang selalu ingin melakukan pekerjaan dengan penuh tantangan. Seseorang yang memiliki keinginan berprestasi sebagai suatu kebutuhan dapat mendorongnya untuk mencapai sasaran. Menurut David McCleland bahwa tingkat “needs of Achievement” (n-Ach) yang telah menjadi naluri kedua merupakan kunci keberhasilan seseorang (dalam Siswanto, 1989:245). Kebutuhan berprestasi biasanya dikaitkan dengan sikap positif, keberanian mengambil resiko yang diperhitungkan untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan.
2. Pengakuan / penghargaan
Seperti dikemukakan oleh Maslow, bahwa setiap manusia mempunyai kebutuhan sense of belonging (rasa ingin dihargai). Pengakuan terhadap prestasi merupakan alat motivasi yang cukup ampuh, bahkan bisa melebihi kepuasan yang bersumber dari pemberian kompensasi. (Saydam, 1996:247). Menurut Simamora (1995:421), pengakuan merupakan kepuasan yang diperoleh seseorang dari pekerjaan itu sendiri atau dari lingkungan psikologis dan atau fisik dimana orang tersebut bekerja, yang masuk dalam kompensasi non finansial. Seseorang yang memperoleh pengakuan atau penghargaan akan dapat meningkatkan semangat kerjanya. Menurut Soeprihanto (1998:35) : “Kebutuhan akan harga diri atau penghormatan lebih bersifat individual atau mencirikan pribadi, ingin dirinya dihargai atau dihormati sesuai dengan kapasitasnya (kedudukannya), sebaliknya setiap pribadi tidak ingin dianggap dirinya lebih rendah dari yang lain. Mungkin secara jabatan lebih rendah tetapi secara manusiawi setiap individu (pria atau wanita) tidak ingin direndahkan. Oleh sebab itu pimpinan yang bijak akan selalu memberikan pengakuan/ penghargaan kepada pegawai yang telah menunjukkan prestasi membanggakan sebagai faktor motivasi yang efektif bagi peningkatan prestasi kerja pegawainya.

3. Pekerjaan itu sendiri
Pekerjaan itu sendiri menurut Herzberg merupakan faktor motivasi bagi pegawai untuk berforma tinggi. Pekerjaan atau tugas yang memberikan perasaan telah mencapai sesuatu, tugas itu cukup menarik, tugas yang memberikan tantangan bagi pegawai, merupakan faktor motivasi, karena keberadaannya sangat menentukan bagi motivasi untuk berforma tinggi. (Leidecker & Hall dalam Timpe, 1999 : 13). Suatu pekerjaan akan disenangi oleh seseorang bila pekerjaan itu sesuai dengan kemampuannya, sehingga dia merasa bangga untuk melakukannya. Pekerjaan yang tidak disenangi kurang dan menantang, biasanya tidak mampu menjadi daya dorong, bahkan pekerjaan tersebut cenderung menjadi rutinitas yang membosankan dan tidak menjadi kebanggaan. (Saydam, 1996:245). Melalui teknik pemerkayaan pekerjaan dapat menjadi sarana motivasi pegawai dengan membuat pekerjaan mereka lebih menarik, dan membuat tempat kerja lebih menantang dan memuaskan untuk bekerja. (Grensing dalam Timpe,1996:81).
4. Tanggung jawab
Menurut Flippo (1996:105), bahwa tanggung jawab adalah merupakan kewajiban seseorang untuk melaksanakan fungsi-fungsi yang ditugaskan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan pengarahan yang diterima. Setiap orang yang bekerja pada suatu organisasi ingin dipercaya memegang tanggung jawab yang lebih besar dari sekedar apa yang telah diperolehnya. Tanggung jawab bukan saja atas pekerjaan yang baik, tetapi juga tanggung jawab berupa kepercayaan yang diberikan sebagai orang yang mempunyai potensi. Setiap orang ingin diikutsertakan dan ingin diakui sebagai orang yang mempunyai potensi, dan pengakuan ini akan menimbulkan rasa percaya diri dan siap memikul tanggung jawab yang lebih besar. (Saydam, 1996:248).
5. Pengembangan
Peluang untuk maju (advance) merupakan pengembangan potensi diri seseorang pegawai dalam melakukan pekerjaan (Saydam, 1996:246). Setiap pegawai tentunya menghendaki adanya kemajuan atau perubahan dalam pekerjaannya yang tidak hanya dalam hal jenis pekerjaan yang berbeda atau bervariasi, tetapi juga posisi yang lebih baik. Setiap pegawai menginginkan adanya promosi ke jenjang yang lebih tinggi, mendapatkan peluang untuk meningkatkan pengalamannya dalam bekerja. Peluang bagi pengembangan potensi diri akan menjadi motivasi yang kuat bagi pegawai untuk bekerja lebih baik. Menurut Pigors dan Myers (1984 : 302) promosi merupakan kemajuan pegawai ke pekerjaan yang lebih dalam bentuk tanggung jawab yang lebih besar, prestise atau status yang lebih, skill yang lebih besar, dan khususnya naiknya tingkat upah atau gaji.

Tujuan Pemberian Motivasi
Pemberian motivasi pada dasarnya adalah memberikan kepuasan kerja kepada pegawai dengan harapan akan terrnotivasi dalam bekerja sehingga produktivitas kerjanya meningkat yang pada akhirnya meningkatkan produktivitas kerja organisasi, Radig (1998). Menurut Soegiri (2004:27) dalam Antoni (2006:24) mengemukakan bahwa pemberian dorongan sebagai salah satu bentuk motivasi, penting dilakukan untuk meningkatkan gairah kerja pegawai sehingga dapat mencapai hasil yang dikehendaki oleh manajemen. Lebih lanjut Soegiri (2004:27-28) menjelaskan bahwa hubungan motivasi, gairah kerja dan hasil optimal mempunyai bentuk linear dalam arti dengan pemberian motivasi kerja yang baik, maka gairah kerja pegawai akan meningkat dan hasil kerja akan optimal sesuai dengan standar kinerja yang ditetapkan. Gairah kerja sebagai salah satu bentuk motivasi dapat dilihat antara lain dari tingkat kehadiran pegawai, tanggung jawab terhadap waktu kerja yang telah ditetapkan.
Wahyosumidjo (2OO3 :267) menyebutkan 8 (delapan) sasaran dapat dicapai bila pegawai diberi motivasi, yaitu :
1. Mengubah perilaku pegawai sesuai dengan keinginan perusahaan.
2. Meningkatkan gairah dan semangat kerja.
3. Meningkatkan disiplin kerja
4. Meningkatkan prestasi kerja
5. Mempertinggi moral kerja pegawai.
6. Meningkatkan rasa tanggung jawab.
7. Meningkatkan produktivitas dan efisiensi.
8. Menumbuhkan loyalitas pada perusahaan
Berdasarkan gambaran dari delapan sasaran yang dicapai dari motivasi kerja, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja akan berpengaruh kepada pencapaian kinerja organisasi. Sub bagian berikut akan menjelaskan secara lebih rinci mengenai kinerja organisasi.
Kinerja Organisasi
Sejalan dengan perkembangan modernisasi sistem manajemen,kinerja tidak semata dinilai dari sisi personal atau pegawai saja; tetapi kinerja secara umum harus diartikan pula sebagai tingkat pencapaian hasil atau degree of accomplishment. Dalam konteks ini, kinerja harus menggambarkan hasil, bukan kemampuan, cara atau perilaku. Mungkin kemampuan, cara atau perilaku menentukan atau mempengaruhi hasil atau tingkat ketercapaian, tetapi bukan menjadi bagian dari hasil tersebut. Pencapaian hasil dapat dinilai menurur pelaku, yaitu hasil yang diraih individu (kinerja individu), oleh kelompok (kinerja kelompok), oleh institusi (kinerja organisasi), dan oleh suatu program atau kebijakan (kinerja program&ebijakan), sebagaimana dijelaskan (Keban, 2004; l9l-193-) di bawah ini:
a. Kinerja individu, menggambarkan sampai seberapa jauh seseorang telah melaksanakan tugas-tugasnya sehingga dapat memberikan hasil yang
ditetapkan oleh kelompok atau institusinya;
b. Kinerja kelompok, menggambarkan sampai seberapa jauh suatu kelompok telah melaksanakan kegiatan-kegiatan pokoknya sehingga mencapai hasil sebagaimana ditetapkan oleh institusi;
c. Kinerja institusi (organisasi), berkenaan dengan sampai seberapa jauh suatu institusi telah melaksanakan semua kegiatan pokok sehingga mencapai misi atau visi institusi;
d. Kinerja prograrn/kebijakan, berkenaan dengan sampai seberapa jauh kegiatan-kegiatan dalam Program atau kebijakan telah dilaksanakan sehingga dapat mencapai tujuan program atau kebijakan tersebut.
Berbeda dengan klasifikasi di atas, Swanson (dalam Keban; 2004) menyebutkan klasifikasi kinerja dalam 3 (tiga) tingkatan, yaitu kinerja organisasi, kinerja proses, dan kinerja individu, sebagaimana dijelaskan di bawah ini:
a. Kinerja Organisasi, mempertanyakan
(i). Apakah tujuan atau misi suatu organisasi telah sesuai dengan kenyataan kondisi atau faktor ekonomi, politik dan budaya yang ada;
(ii) Apakah struktur dan kebijakannya rnendukung kinerja yang diinginkannya;
(iiil Apakah memiliki kepemimpinan, modal dan infrastruktur dalam mencapai misinya.
(iv) Apakah kebijakan, budaya dan sistem insentifnya mendukung pencapaian kinerja yang diinginkan.
(v) Apakah organisasi tersebur menciptakan dan memelihara kebijakan-kebijakan seleksi dan pelatihan, dan sumberdayanya.
b. Kinerja Proses, menggambarkan :
(i) Apakah suatu proses yang dirancang dalam organisasi memungkinkan organisasi tersebut mencapai misinya, dan dalam implementasinya selaras dengan tujuan para individu dalam organisasi, serta desain proses tersebut menjadi suatu sistem,
(ii) Apakah proses yang berjalan dapat meningkatkan kemampuan dan menghasilkan output secara kuantitas, ktralitas dan tepat waktu,
(iii) Bagaimana proses lalu lintas komunikasi dan informasi,
(iv) Fuktor-faktor apakah yang diperlukan oleh setiap individu dalam organisasi untuk memelihara sistem dalam organisasi.
(v) Apakah proses pengembangan keahlian telah sesuai dengan tuntutan yang ada.
c. Kinerja Individu, mempersoalkan
(i) Apakah tujuan atau misi individu sesuai dengan misi organisasi;
(ii) Apakah individu menghadapi hambatan dalam bekerja dan mencapai hasil.
(iii) Apakah para individu memiliki kemampuan mental, fisik dan emosi dalam bekerja,
(iv) Apakah mereka memiliki motivasi tinggi, pengetahuan, keterampilan dan pengalaman bekerja dalam sebuah organisasi atau perusahaan.
Kinerja organisasi sektor publik sangat memerlukan pengukuran yang antaranya dapat membantu pucuk pimpinan dalam menilai suatu pelaksanaan strategi untuk mencapai tuiuan/sasaran melalui instrumen finansial dan non finansial. Pengukuran kinerja oiganisasi sektor publik dilakukan dengan maksud antara lain :
a. Membantu memperbaiki kinerja pemerintah yang berfokus pada tujuan dan sasaran program unit kerja,
b. Ukuran kinerja sektor publik berguna untuk pengalokasian sumber daya dan pembuatan keputusan,
c. Mempertanggungjawabkan kepada publik khususnya dalam perbaikan komunikasi kelembagaan.
Levine et al. (dalam Nazucha, 2004;25) menyebutkan lirna indikator untuk menilai kinerja organisasi sektor publik, sehingga dapat dideskripsikan bahwa suatu organisasi sektor publik dapat disebut/dinilai memiliki kinerja tinggi atau kinerja rendah, dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Produktivitas, adalah ukuran seberapa besar pelayanan publik itu menghasilkan yang diharapkan, dari segi efisiensi dan efektivitas.
b. Kualitas pelayanan, adalah ukuran citra yang diakui masyarakat mengenal pelayanan yang diberikan, yaitu masyarakat merasa puas atau tidak puas.
c. Responsivitas, adalah ukuran kemampuan organisasi mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, serta mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai kebutuhan dan aspirasi masyarakat.
d. Responsibilitas, adalah ukuran apakah pelaksanaan kegiatan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar.
e. Akuntabilitas, adalah ukuran seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi sektor publik dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau konsisten dengan kehendak mereka.
Berdasarkan pemaparan berbagai teori di atas tentang budaya organisasi, kepemimpinan, motivasi kerja dan kinerja organisasi dapat disimpulkan bahwa Budaya organisasi merupakan pengendali dan arah dalam membentuk sikap, perilaku individu terhadap nilai-nilai organisasi, suasana organisasi dan kepemimpinan. Kepemimpinan itu sendiri adalah merupakan kemampuan untuk mempengaruhi, memotivasi dan mengarahkan suatu tindakan pada diri seseorang atau bawahan untuk melakukan pekerjaan dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Lebih lanjut, untuk mencapai tujuan organisasi, maka perlu diciptakan motivasi kerja yang searah sehingga apa yang menjadi kehendak dan dicita-citakan kedua belah pihak dapat diwujudkan (Vest dan Markham, 1994). Lebih lanjut Hatch (1997), mengatakan bahwa kemampuan pemimpin dalam menyusuikan dengan tuntutan perubahan dan diperkuat oleh budaya yang mendukung tujuan organisasi akan mempengaruhi motivasi kerja pegawai.
Selanjutnya, pada bagian berikut akan dijelaskan pengembangan hipotesis dari studi ini yang menggambarkan bagaimana hubungan antara budaya organisasi, kepemimpinan dengan motivasi kerja, serta pengaruhnya terhadap kinerja organisasi.

Pengembangan Hipotesis
Dari gambaran hasil tinjauan pustaka di atas maka dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi dan kepemimpinan dapat mempengaruhi baik buruknya motivasi kerja pegawai organisasi. Selanjutnya, budaya organisasi dan kepemimpinan dapat pula mempengaruhi kinerja organisasi. Lebih lanjut lagi, motivasi kerja pegawai dapat mempengaruhi kinerja organisasi.
Untuk lebih jelasnya, bagaimana gambaran variabel budaya organisasi dan kepemimpinan akan mempengaruhi motivasi kerja serta dampaknya pada kinerja organisasi akan diuraikan pada sub bagian berikut.
Hubungan Budaya Organisasi dengan Motivasi Kerja
Sebagaimana telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya, bahwa Budaya organisasi merupakan salah satu faktor yang penting dalam membangun sebuah organisasi. Kepercayaan, nilai-nilai bersama yang dianut oleh para pekerja dapat menjadi sebuah identitas organisasi dan membentuk komitmen bersama yang dapat membedakan dengan organisasi lainnya. Selain itu juga dapat berfungsi sebagai alat penjelasan dalam mencapai tujuan dan membantu untuk membentuk nilai-nilai yang diinginkan organisasi (Soedjono, 2005:22-47)
Lebih lanjut, menurut Beach (1993:12); Budaya merupakan inti dari apa yang penting dalam organisasi. Seperti aktivitas memberi perintah dan larangan serta menggambarkan sesuatu yang dilakukan dan tidak dilakukan yang mengatur perilaku anggota. Jadi budaya mengandung apa yang boleh dilakukan atau tidak boleh dilakukan sehingga dapat dikatakan sebagai suatu pedoman yang dipakai untuk menjalankan aktivitas organisasi. Pada dasarnya budaya organisasi merupakan alat untuk mempersatukan setiap individu yang melakukan aktivitas secara bersama-sama untuk mencapai tujuan organisasi. Dalam rangka pencapaian tujuan organisasi tersebut, perlu dilihat dalam penerapan operasional bagaimana budaya organisasi tersebut dapat mempengaruhi motivasi kerja. Lebih lanjut lagi, Harriss dan Mossholder (1996), menyebutkan bahwa budaya organisasi berdiri sebagai pusat seluruh faktor yang berasal dari manajemen sumber daya manusia. Budaya organisasi dipercaya mempengaruhi sikap individu mengenai hasil, seperti komitmen,moral, kepuasan dan motivasi kerja.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dijelaskan bahwa semakin baik pengelolaan atas sebuah budaya organisasi, akan bisa mempengaruhi tercapainya motivasi kerja pegawai yang lebih baik, bahkan akan berdampak semakin baik pula peningkatan kinerja organisasi. Dengan demikian, variabel budaya organisasi akan mempengaruhi variabel motivasi kerja.
Dari gambaran di atas dapat menghasilkan hipotesis sebagai berikut:
H1 : Budaya organisasi akan berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi kerja
Hubungan Kepemimpinan dengan Motivasi Kerja
Seperti telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya, bahwa Kepemimpinan pada dasarnya adalah proses mempengaruhi orang lain. Selain itu kepemimpinan juga berarti kemampuan untuk mempengaruhi, memotivasi, dan mengarahkan suatu tindakan pada diri seseorang atau sekelompok orang untuk tujuan tertentu, Yuki (2005). Dari pengertian tersebut terungkap bahwa apa yang dilakukan oleh atasan mempunyai pengaruh terhadap bawahan yang dapat membangkitkan semangat dan motivasi kerja.
Dalam hubungan kepemimpinan dengan motivasi kerja, lebih lanjut Ogbonna dan Harris (2000) menyebutkan bahwa kepemimpinan yang diperankan dengan baik oleh seorang pemimpin mampu memotivasi pegawai untuk bekerja lebih baik, hal ini akan membuat pegawai lebih hati-hati berusaha mencapai target yang diharapkan organisasi dan hal tersebut berdampak pada kinerjanya.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dijelaskan bahwa hubungan kepemimpinan dengan motivasi kerja yaitu: semakin tinggginya tingkat kemampuan pemimpin dapat ditingkatkan, maka akan berpengaruh terhadap peningkatan motivasi kerja pegawai pada sebuah organisasi. Dengan demikian, variabel kepemimpinan akan mempengaruhi variabel motivasi kerja.
Gambaran di atas dapat menghasilkan hipotesis sebagai berikut:
H2 : Kepemimpinan akan berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi kerja

Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Organisasi
Budaya organisasi merupakan system makna, nilai-nilai dan kepercayaan yang dianut bersama dalam suatu organisasi yang menjadi rujukan untuk bertindak dan membedakan organisasi dengan organisasi lainnya, Fuad Mas’ud (2004) Selanjutnya Hofstede, et.al (1993) dalam Fuad Mas’ud (2004), menyatakan bahwa budaya organisasi adalah nilai-nilai yang dipelihara dan dipertahankan.
Lebih lanjut, menurut Moelyono Djokosantoso (2003 ;42 ) bahwa Pegawai yang sudah memahami keseluruhan nilai-nilai budaya organisasi, akan menjadikan nilai-nilai tersebut sebagai suatu kepribadian organisasi. Nilai dan keyakinan tersebut akan diwujudkan menjadi perilaku keseharian mereka dalam bekerja, sehingga akan menjadi kinerja individual. Semakin baik kualitas faktor-faktor yang terdapat dalam budaya organisasi, semakin baik pula kinerja organisasi tersebut. Lebih lanjutnya lagi, Udan Bintoro,2002 (dalam Soedjono 2005: 22) menyebutkan bahwa budaya organisasi yang kuat dapat meningkatkan kinerja organisasi.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Pengelolaan budaya organisasi harus diarahkan kepada kemampuan faktor-faktor budaya untuk mendorong meningkatnya kinerja organisasi. Karena pengelolaan yang baik atas budaya organisasi akan dapat mempengaruhi tercapainya kinerja organisasi yang lebih baik pula. Dengan demikian, variabel budaya organisasi akan mempengaruhi variabel kinerja organisasi.
Dari gambaran di atas dapat menghasilkan hipotesis sebagai berikut:
H3 : Budaya organisasi akan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja organisasi.
Hubungan Kepemimpinan dengan Kinerja Organisasi
Pada sub bab sebelumnya telah dijelaskan bahwa, Kepemimpinan merupakan kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok kearah tercapainya suatu tujuan. Kepemimpinan adalah pribadi yang dijalankan dalam situasi tertentu, serta diarahkan melalui proses komunikasi kearah pencapaian satu atau beberapa tujuan tertentu. Kepemimpinan menyangkut proses pengaruh sosial yang disengaja dijalankan oleh seseorang terhadap orang lain untuk menstruktur aktivitas dan pengaruh didalam kelompok/ organisasi (Robbins, 2006). Gambaran tersebut juga sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Fuad Mas’ud, (2004) yang mengatakan bahwa Kepemimpinan adalah proses yang digunakan oleh pemimpin untuk mengarahkan organisasi dan pemberian contoh perilaku terhadap para pengikut (bawahannya). Sedangkan kinerja organisasi adalah merupakan indikator tingkatan prestasi yang dapat dicapai dan mencerminkan keberhasilan pimpinan dalam sebuah organisasi (Gibson, 1998 : 179).
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dijelaskan bahwa semakin baik perilaku pimpinan seperti bersikap ramah, membantu dan membela kepentingan bawahan, bersedia menerima konsultasi dan memberikan kesejahteraan terhadap bawahan maka semakin baik pula hasil pekerjaan yang dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi, bahkan mencapai peningkatan kinerja organisasi yang lebih baik. Dengan demikian, variabel kepemimpinan akan mempengaruhi variabel kinerja organisasi. Oleh karena itu, dapat dihipotesiskan sebagai berikut:
H4 : Kepemimpinan akan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja organisasi
Hubungan Motivasi Kerja dengan Kinerja Organisasi
Dalam penjelasan sub bab sebelumnya bahwa, motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerjasama, bekerja efektif dan berintergrasi dengan segala daya upaya untuk mencapai tujuan yang diinginkan, Hasibuan (2006:95). Selanjutnya Pegawai yang memiliki motivasi yang tinggi akan dapat melaksanakan pekerjaan dengan lebih baik, dibandingkan dengan pegawai yang tidak memiliki motivasi, Fuad Mas’ud (2004).
Lebih lanjut, menurut Soegiri (2004); Pemberian dorongan sebagai salah satu bentuk motivasi, penting dilakukan untuk meningkatkan gairah kerja pegawai sehingga dapat mencapai hasil yang dikehendaki oleh manajemen. Lebih lanjut lagi Soegiri (2004), menyebutkan bahwa hubungan motivasi, gairah kerja dan hasil optimal mempunyai bentuk linear dalam arti dengan pemberian motivasi kerja yang baik, maka gairah kerja pegawai akan meningkat dan hasil kerja akan optimal sesuai dengan standar kinerja organisasi yang telah ditetapkan.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hubungan motivasi kerja dengan kinerja organiasasi yaitu: semakin tinggginya keinginan atau motivasi seeorang untuk berhasilnya sebuah pekerjaan yang dilakukan, dan setelah berhasil mendapat penghargaan atas pekerjaannya, maka akan berpengaruh terhadap peningkatan kinerja sebuah organisasi. Dengan demikian, variabel motivasi kerja akan mempengaruhi variabel kinerja organisasi.
Dari gambaran di atas dapat menghasilkan hipotesis sebagai berikut:
H5 : Motivasi kerja akan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja organisasi.
Kerangka Pemikiran Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah, telaah pustaka dan hipotesis yang telah dijelaskan di atas maka sebuah model konseptual atau kerangka pemikiran teoritis dapat dikembangkan dalam penelitian ini adalah seperti yang disajikan dalam diagram berikut:

Budaya H3

Organisasi
H1 H5 Kinerja
Motivasi Kerja

Organisasi

H2
H4
Kepemimpinan
Sumber : Dikembangkan dalam penelitian ini

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian

Hipotesis
Sesuai dengan latar belakang penelitian, rumusan permasalahan, kerangka model penelitian, maka hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
HA1 : Budaya organisasi diduga terdapat pengaruh secara positif dan signifikan terhadap motivasi kerja pegawai.
HA2 : Kepemimpinan diduga terdapat pengaruh secara positif dan signifikan terhadap motivasi kerja pegawai.
HA3 : Budaya organisasi diduga terdapat pengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja organisasi.
HA4 : Kepemimpinan diduga terdapat pengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja organisasi.
HA5 : Motivasi kerja diduga terdapat pengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja organisasi.
Selanjutnya, penelitian ini juga akan menginvestigasi terdapat tidaknya pengaruh tidak langsung (indirect effect) dari kerangka pikir penelitian sebagaimana telah dijelaskan oleh hipotesis di atas. Sebagai contoh, berdasarkan hipotesis di atas diduga bahwa terdapat pengaruh secara langsung (direct effect) antara budaya organisasi terhadap motivasi kerja pegawai. Lebih lanjut, terdapat pengaruh secara langsung (direct effect) antara budaya organisasi dengan kinerja organisasi, dan diduga pula terdapat pengaruh langsung (direct effect) antara motivasi terhadap kinerja organisasi. Berdasarkan gambaran hipotesis di atas, oleh karena itu, dapat ditelusuri apakah terdapat pengaruh secara tidak langsung diantara hubungan budaya organisasi dengan kinerja organisasi yang dimediasi oleh motivasi kerja pegawai sebagaimana disarankan oleh Baron dan Kenny (1986). Dengan demikian dapat ditetapkan hipotesis pengaruh tidak langsung (indirect effect) sebagai berikut:
HA6 : Terdapat pengaruh tidak langsung (indirect effect) dari budaya organisasi secara positif dan signifikan terhadap kinerja organisasi yang dimediasi oleh motivasi kerja pegawai.
Kondisi yang serupa juga akan terjadi terhadap hubungan antara kepemimpinan, motivasi, dan kinerja organisasi. Dengan demikian dapat ditetapkan hipotesis pengaruh tidak langsung (indirect effect) sebagai berikut:
HA7 : Terdapat pengaruh tidak langsung (indirect effect) dari kepemimpinan secara positif dan signifikan terhadap kinerja organisasi yang dimediasi oleh motivasi kerja pegawai.
Agar penelitian ini memiliki dasar yang kuat, maka pada sub bagian berikut akan dijelaskan hasil penelitian terdahulu yang berkaitan erat dengan gambaran dari penelitian yang sekarang dilakukan.

Hasil Penelitian Terdahulu
Kegunaan penelitian terdahulu adalah untuk mengetahui hasil yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu, sehingga bisa dijadikan pijakan atau dasar untuk penelitian ini. Adapun hasil penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penelitian yang penulis lakukan sekarang ini, antara lain adalah :
1. Penelitian yang dilakukan oleh Suharto dan Budi Cahyono (2005) meneliti tentang ”Pengaruh Budaya Organisasi, Kepemimpinan dan motivasi kerja terhadap kinerja sumber daya manusia di Sektretariat DPRD Provinsi Jawa Tengah” Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh positif dan signifikan antara variable independent (budaya organisasi, kepemimpinan, motivasi kerja) dengan kinerja pegawai, baik secara individu maupun secara bersama-sama. Besarnya kontribusi untuk ketiga variabel independent dalam membentuk kinerja pegawai adalah sebesar 57.6%
2. Kemudian Ida Ayu Brahmasari dan Agus Suprayetno (2008), melakukan penelitian tentang ”Pengaruh Motivasi Kerja, Kepemimpinan dan Budaya Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja Pegawai serta Dampaknya pada Kinerja Perusahaan (Studi kasus pada PT. Pei Hai Internasional Wiratama Indonesia)”. Berdasarkan hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa :
– Motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai.
– Kepemimpinan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai.
– Budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai.
– Motivasi kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan.
– Kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja perusahaan.
– Budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja perusahaan.
– Kepuasan kerja pegawai berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja perusahaan.
3. Penelitian Masrukhin & Waridin (2006), dengan model analisis regresi berganda kuadrat terkecil biasa menunjukkan Motivasi Kerja, Kepuasan Kerja, dan Kepemimpinan berpengaruh positif terhadap Kinerja Pegawai, sedangkan Budaya Organisasi tidak berpengaruh positif terhadap Kinerja Pegawai. Mengangkat masalah apakah motivasi kerja, kepuasan kerja, budaya organisasi dan kepemimpinan berpengaruh terhadap kinerja pegawai di Kantor Pengelolaan Pasar Daerah (KPPD). Memberikan konstribusi yang memperkuat pengaruh kepemimpinan dan kepuasan kerja terhadap kinerja pegawai.
4. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh H.Teman Koesmono (2005), mengenai ”Pengaruh Budaya Organisasi Tehadap Motivasi Dan Kepuasan Kerja Serta Pegawai Pada Sub Sektor Industrri Pengolahan Kayu Skala Menengah Di Jawa Timur”. Bahwa Budaya organisasi berpengaruh terhadap motivasi dan kepuasan kerja Serta Pegawai Pada Sub Sektor Industrri Pengolahan Kayu Skala Menengah Di Jawa Timur dapat diterima. Keempat variabel tersebut merupakan faktor-faktor dalam perilaku organisasi yang harus mendapatkan perhatian khusus bagi semua pihak yang terkait dengan proses produksi.
5. Kemudian Fikri (2008), pernah melakukan penelitian tentang” Pengaruh Tipe Kepemimpinan Dan Budaya Organisasi Terhadap Motivasi Kerja Pegawai Kecamatan Lowokwaru Kota Malang”. Bahwa Tipe Kepemimpinan Dan Budaya Organisasi memiliki pengaruh terhadap motivasi pegawai Kecamatan Lowokwaru Kota Malang, dengan derajat pengaruh yang cukup besar ( koefesien determinasi) 39,%. Hasil penelitian ini mendukung teori kepemimpinan, dimana keberhasilan suatu organisasi banyak dipengaruhi oleh saeberapa jauh pimpinan itu mampu mengeluarkan potensi yang dimiliki pegawainya. Secara parsial tipe kepemimpinan memiliki pengaruh terhadap pegawai, dan pengaruh itu lebih besar secara sendirian dibandingkan secara bersama-sama(simultan) dengan budaya organisasi. Dengan kecendrungan (koefesien) sebesar 0,480. Ini menunjukkan budaya organisasi yang diterapkan harus disesuiakan dengan kepemimpinannya, bila saling mendukung maka akan saling menguatkan dan bila bertentangan akan saling mengurangi atau melemahkan motivasi kerja pegawai.

Hasil penelitian tersebut tidak berlaku umum dalam pengertian, bahwa kesimpulan yang diperoleh melalui penelitian tersebut tidak dapat digunakan untuk menjelaskan pengaruh budaya organisasi dan kepemimpinan terhadap motivasi kerja pegawai serta dampaknya pada kinerja organisasi studi kasus pada Bappeda Kabupaten Aceh Besar. Dalam penelitian ini terdapat perbedaan dengan penelitian terdahulu, yaitu: objek yang diteliti dan lokasi penelitian .

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Lokasi dan Objek Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada kantor Bappeda Kabupaten Aceh Besar, yang mempunyai pegawai sebanyak 49 orang, yang berlokasi di Kota Jantho. Sedangkan yang menjadi objek penelitian ini berhubungan dengan pengaruh budaya organisasi dan kepemimpinan terhadap motivasi kerja pegawai serta dampaknya pada kinerja organisasi.

Populasi dan Penarikan Sampel
Populasi adalah keseluruhan pegawai yang ada pada kantor Bappeda Kabupaten Aceh Besar yang berjumlah 49 orang, yang terdiri dari 43 orang berstatus Pegawai Negeri Sipil dan 6 orang berstatus Pegawai Honorer.
Sampel dalam penelitian ini menggunakan Sensus. Menurut Arikunto (2003:129), bahwa teknik pengambilan sampling berimbang bisa dikombinasikan dengan teknik lain yang berhubungan dengan populasi yang tidak homogen. Dengan pengertian itu maka dalam menentukan anggota sampel, mengambil wakil-wakil dari tiap kelompok yang ada dalam populasi yang jumlahnya disesuaikan dengan jumlah anggota subjek yang ada di masing-masing kelompok tersebut, tetapi jika jumlah responden tidak terlalu banyak maka dipergunakan sensus, dimana seluruh populasi adalah sampel.
Sampel adalah himpunan bagian atau bagian dari populasi. Dari jumlah populasi tersebut penarikan sampel yaitu seluruh pegawai yang ada pada Kantor Bappeda Kabupaten Aceh Besar yang berjumlah 49 orang. seperti yang dijelaskan pada tabel berikut ini :
Tabel 3-1
Jumlah Populasi dan Sampel
No. Gol/Ruang Populasi Sampel
1. IV/c 2 2
2. IV/b 1 2
3. IV/a 4 4
4. III/d 5 5
5. III/c 3 3
6. III/b 6 6
7. III/a 13 13
8. II/d 1 1
9. II/c 2 2
10. II/b 1 1
11. II/a 3 3
12. I/d 1 1
13. I/c 1 1
14.. PH* 6 6
Total 49 49
*PH : Pegawai Honorer
Sumber : Data Primer, 2011 (Diolah)

Metode Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data dan informasi yang diperlukan dalam penelitian ini dilakukan pengumpulan data melalui:
1. Wawancara
Yaitu teknik pengambilan dan pengumpulan data dengan cara mengadakan tanya jawab serta komunikasi langsung dengan pegawai Bappeda di Kabupaten Aceh Besar yang terkait dengan kegiatan penulisan tesis ini. Wawancara dilakukan dengan mengajukan pertanyaan secara langsung tentang pengaruh budaya organisasi dan kepemimpinan terhadap motivasi kerja serta dampaknya terhadap kinerja organisasi.
2. Kuesioner
Merupakan sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui (Arikunto, 2006). Angket yang digunakan adalah tipe pilihan untuk memudahkan bagi responden dalam memberikan jawaban, karena alternatif jawaban sudah disediakan dan hanya membutuhkan waktu yang lebih singkat untuk menjawabnya. Alasan mengapa peneliti menggunakan metode kuesioner di dalam penelitian ini antara lain:
a. Responden adalah orang yang paling tahu tentang dirinya sendiri, sehingga akan diperoleh data yang lengkap dan benar.
b. Responden memiliki kemampuan untuk menyatukan keinginan yang diinginkan dalam angket.
c. Hemat waktu, tenaga dan biaya.
Pengumpulan data dengan kuesioner ini digunakan untuk memperoleh data tentang pengaruh budaya organisasi dan kepemimpinan terhadap motivasi kerja serta dampaknya terhadap kinerja organisasi.
3. Literatur
Bersumber dari Bappeda Kabupaten Aceh Besar dan juga yang bersumber dari buku-buku, karya ilmiah dan literatur studi kepustakaan yang berhubungan dengan penelitian. Data-data yang berasal dari Bappeda Kabupaten Aceh Besar adalah data-data yang berhubungan dengan penelitian, seperti jumlah pegawai, tugas pokok dan fungsi pada kantor Bappeda Kabupaten Aceh Besar.

Operasional Variabel
Variabel-variabel yang dianalisa dalam penelitian ini berdasarkan kriteria yang digunakan untuk mengukur pengaruh budaya organisasi dan kepemimpinan terhadap motivasi kerja serta dampaknya pada kinerja organisasi adalah, seperti yang terlihat pada tabel berikut ini :
Tabel 3-2
Variabel, definisi variabel, indikator, ukuran, skala dan item pertanyaan
No Variabel Definisi Variabel Indikator Ukuran Skala Item
Pertanyaan
Independent Variabel

1.
Budaya Organisasi
(X1)

Budaya Organisasi adalah asumsi-asumsi dan pola– pola makna yang mendasar, yang dianggap sudah selayaknya dianut dan dimanifestasikan oleh semua pihak yang berpartisipasi dalam organisasi. (West,2000 dan Hofstede,1993 )
– Profesionalisme
– Jarak dari manajemen
– Sikap terbuka
– Keteraturan
– Rasa tidak curiga
– Integrasi.
(Hofstede,1993) 1 – 5 Interval A1 – A6

2.
Kepemimpinan
(X2)
Kepemimpinan adalah
proses yang digunakan oleh pemimpin untuk mengarahkan organisasi dan pemberian contoh perilaku terhadap para pengikut (bawahannya).
(Siagian,2006 dan Mas’ud,2004 )

– bersikap ramah,
– membantu bawahan
– menerima konsultasi
– memberikan kesejahteraan
(Siagian,2006)

1 – 5 Interval B1 – B4
No Variabel Definisi Variabel Indikator Ukuran Skala Item
Pertanyaan
Dependent Variabel

3.
Motivasi Kerja
(Y)
Motivasi kerja adalah suatu dorongan yang muncul dari dalam diri seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan dalam rangka rnemenuhi keinginan atau kebutuhannya. (Frederick Herzberg oleh Siagian ,2004 dan
Fuad Mas’ud,2004 )

– Keberhasilan
– Pengakuan/ penghargaan
– pekerjaan itu sendiri
– Tanggung Jawab
– Pengembangan
(Frederick Herzberg oleh Siagian 2004) 1 – 5 Interval C1 – C5

4.
Kinerja
Organisasi
(Z)
Kinerja Organisasi adalah merupakan hasil kerja yang secara kualitas dan kuantitas dapat dicapai oleh suatu organisasi dalam melaksanakan semua kegiatan pokok sehingga mencapai misi atau visi organisasi (Nassucha, 2005 dan Keban,2004)

– Produktivitas
– Kualitas pelayanan
– Responsivitas
– Responsibilitas
– Akuntabilitas

Levine et al. (dalam Nassucha, 2005)

1 – 5 Interval D1 – D5

Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan secara berurutan sebagai berikut:
1. Pemeriksaan Data
Langkah ini meliputi tinda kan pemeriksaan terbadap kelengkapan jawaban responden pada skor item unfavomble, untuk memastikan bahwa data siap diproses lebih lanjut.
2. Pengkodean (coding)
Langkah ini adalah memberikan nomor pada kuesioner yang menunjukkan nomor responden. Kuesioner yang berisi variabel-variabel penelitian, yang telah diberi skor angka, maka langsung dapat ditabulasi, tanpa dilakukan konversi terlebih dahulu.
3. Tabulasi
Yaitu pengurutan jawaban responden dalam bentuk tabel induk sesuai nomor urut responden.
4. Analisis Statistik
Mengolah data dengan software statistik SPSS .

Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan alat ukur untuk mengukur variabel yang diteliti. Jumlah instrumen tergantung pada jumlah variabel. Setiap instrumen akan mempunyai skala, sedangkan skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan skala likert.
Skala likert adalah skala yang dirancang untuk memungkinkan responden menjawab berbagai tingkatan pertanyaan pada setiap butir yang menggunakan produk atau jasa. Dalam skala likert, jawaban yang mendukung pertanyaan diberi skor yang tinggi sedangkan untuk jawaban yang tidak atau kurang mendukung diberi skor rendah dan satu pilihan dinilai (score) dengan jarak interval 1 (Sugiyono, 2006:86).
Untuk dapat mengkuantitatifkan data yang diperoleh dari daftar pertanyaan (kuesioner) yang telah dijawab oleh para responden, butir-butir pertanyaan kuesioner dibuat dalam bentuk pilihan ganda, di mana setiap butir pertanyaan terdiri dari lima alternatif jawaban. Jawaban para responden kemudian diberi skor dengan menggunakan sistem Skala Likert. Penelitian ini menggunakan lima klasifikasi jawaban yang diberikan dengan kemungkinan pemberian skor seperti tetlihat pada tabel berikut :
Tabel 3-3
Skala Pengukuran
Notasi Keterangan
1 Sangat Tidak Setuju
2 Tidak Setuju
3 Kurang Setuju
4 Setuju
5 Sangat Setuju

Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner. Pada penelitian ini kuesioner diisi oleh pegawai (responden). Sebelum kuesioner disebarkan ke seluruh responden, terlebih dahulu dikonsultasikan dengan para ahli untuk mengetahui apakah kalimat-kalimat dalam kuesioner cukup dimengerti, dengan tujuan untuk perbaikan.
Selanjutnya, untuk mengukur sejauh mana suatu alat pengukur tersebut mengukur apa yang seharusnya diukur akan dilakukan uji validitas dan mengukur sejauh mana suatu pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran diulangi dua kali atau lebih akan dilakukan dengan uji reliabilitas.
Kedua alat uji data tersebut (uji validitas dan reliabilitas) akan dijelaskan pada sub bagian berikut.

Uji Validitas dan Reliabilitas Data
1. Uji Validitas data
Koefisien validitas menggambarkan tingkat kemampuan instrumen untuk mengungkap data atau informasi dari variabel yang diukur. Teknik pengujian validitas menggunakan teknik korelasi product moment dari pearson dengan tingkat signifikansi 5 % untuk mengetahui keeratan pengaruh antara variabel bebas dengan variabel terikat dengan cara mengkorelasikan antara skor item pernyataan terhadap skor total. Apabila nilai total pearson correlation > 0,3, atau probabilitas kurang dari 0,05 maka item tersebut valid. Arikunto (2002:146).

2. Uji Reliabilitas data
Reliabilitas adalah tingkat kemampuan suatu instrumen penelitian untuk dapat mengukur suatu variabel secara berulangkali dan mampu menghasilkan informasi atau data yang sama atau sedikit sekali bervariasi. Dengan kata lain instrumen tersebut mampu menunjukkan keakuratan, kestabilan dan konsistensi dalam menghasilkan data dari variabel yang diukur. (Arikunto, 2002:171). Menurut Sekaran (2003:311), teknik pengujian reliabilitas menggunakan koefisien alpha cronbach dengan taraf nyata 5 %, Jika koefisien korelasi lebih besar dari nilai kritis atau jika nilai alpha cronbach lebih besar daripada 0,6 maka item tersebut dinyatakan reliabel. Koefisien alpha kurang dari 0,6 menunjukkan reliabilitas yang buruk, angka sekitar 0,7 menunjukkan reliabilitas dapat diterima dan angka di atas 0,8 menunjukkan reliabilitas yang baik.

Analisis Faktor
Analisis faktor adalah suatu teknik statistik yang mengkorelasikan antara satu variabel dengan variabel lainnya, yang bertujuan untuk mencari beberapa faktor (dimensi) yang tersirat dari sekelompok variabel independen (Ma’ruf, 2005:75)
Analisis faktor dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
a. Merumuskan masalah
Membuat rumusan masalah berdasarkan pada teori, penelitian sejenis terdahulu dan pemikiran peneliti variabel yang diamati.
b. Membuat matrik korelasi
Membuat matrik korelasi untuk variabel-variabel yang tidak saling berhubungan dengan variabel lain, variabel-variabel yang tidak saling berhubungan dengan variabel lain akan dikeluarkan dari analisis. Untuk menguji variabel saling berhubungan diperlihatkan oleh nilai determinasi (R) yang mendekati 0, nilai KMO (Keiser-Meyer-Olkin) harus lebih besar dari 0.5, uji bartlett dan uji MSA.

– Nilai determinasi matrik korelasi harus menunjukkan angka yang mendekati nol. Hal ini menunjukkan bahwa antar variabel terbukti saling berhubungan (berkorelasi)
– Uji KMO
Keiser-Meyer-Olkin menunjukkan bahwa pengambilan sampel cukup memadai dengan menggunakan analisis faktor dalam mariks korelasi, nilai KMO harus lebih besar dari 0,5.
– Uji Barlett
Yaitu untuk menguji keindependenan dari variabel yang ada. Hasil Bartlett Test of Sphericity menunjukkan bahwa antar variabel terjadi korelasi, nilai signifikansi yang diperoleh harus menunjukkan (signifikan 0,5.
c. Penentuan Jumlah Faktor
Penentuan jumlah faktor dapat dilihat pada komponen prinsip pada inisial statistik yang menurunkan satu atau lebih faktor dari variabel-variabel yang telah lolos pada uji variabel sebelumnya (Santoso, 2006:14)

d. Interpretasi Faktor
Interpretasi atas faktor yang telah terbentuk, khususnya memberi nama atas faktor yang terbentuk yang bisa dianggap bisa mewakili variabel-variabel anggota faktor tersebut (Santoso, 2006:14)

Uji Asumsi Klasik
Uji Asumsi Klasik ini dilakukan untuk mengetahui apakah model estimasi yang dipergunakan memenuhi asumsi regresi linear klasik. Model regresi valid bila bebas dari masalah asumsi klasik. Asumi klasik adalah asumsi dasar yang harus dipenuhi dalam model regresi. Asumsi tersebut adalah sebagai berikut :
1. Uji Normalitas
Pengujian normalitas data menurut Ghozali (2005:110) bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan analisis gambar berupa plot dan uji statistik dengan melihat nilai kurtosis dan skewness.
Kenormalan data-data dapat dilihat dari tampilan gambar normal probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal, dan ploting data residual akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data residual normal, maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya (Ghozali, 2005: 110).

2. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas menurut Ghozali (2005:91) bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independent. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antar variabel independent. Ketentuan uji multikolinearitas sebagai berikut :
a. Jika R2 tinggi tapi variabel independent banyak yang tidak signifikan, maka dalam model regresi terdapat multikolinearitas
b. Menganalisis matriks korelasi variabel independent. Jika korelasi antar variabel independent tinggi yaitu diatas 0,90 maka terdapat multikolinearitas
c. Melihat nilai tolerance lebih kecil dari 10% dan nilai VIF lebih besar dari 10% berarti ada multikolinearitas
Bila ternyata dalam model regresi terdapat multikolinearitas, maka harus menghilangkan variabel independent yang mempunyai korelasi tinggi. Ghozali (2005: 91) juga menambahkan jika korelasi antar variabel independent tinggi yaitu di atas 0,90 maka terdapat multikolinearitas. Jika nilai tolerance lebih kecil dari 10% dan nilai VIF lebih besar dari 10 berarti ada multikolinearitas. Namun sebaliknya jika hasil perhitungan nilai Variance Inflation Factor (VIF) yang memiliki nilai VIF kurang dari 10 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas antar variabel independent.
3. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskeastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas.
Mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilihat dari Grafik Flot antara nilai prediksi variabel terikat (ZPRED) dengan residualnya (SRESID). Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada Grafik scatterplot antara SRESID DAN ZPRED dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual (Y prediksi – Y sesungguhnya) yang telah di-studentized. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit) maka mengindikasikan telah terjadi heterokedastisitas. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

Menganalisis Data
Setelah dilakukan pengolahan data, selanjutnya dilakukan analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis data yang bersifat bilangan atau berupa angka-angka. Sumber data yang digunakan dari penelitian ini adalah penarikan data primer pada variabel budaya organisasi dan kepemimpinan terhadap motivasi kerja serta dampaknya pada kinerja organisasi dengan menggunakan kuisioner. Data tersebut dikuantitatifkan dengan memberikan skor pada masing-masing jawaban responden. (Sugiono, 2002:86). Analisis data untuk mengetahui pengaruh variabel-variabel bebas terhadap variabel terikat dilakukan dengan menggunakan model analisis regresi linear berganda (multiple regression analysis) yang diolah melalui program SPSS 18.
Model ini dipilih karena ingin mengetahui pengaruh budaya organisasi dan kepemimpinan terhadap motivasi kerja serta dampaknya pada kinerja organisasi yang studi kasusnya pada Bappeda Kabupaten Aceh Besar. Pada sub bagian berikut akan diuraikan secara lebih jelas mengenai analisis linear berganda (multiple regression analysis) yang digunakan dalam penelitian ini.

Analisis Regresi Linier Berganda
Analisis regresi pada dasarnya adalah studi yang menjelaskan mengenai ketergantungan variabel terikat dengan satu atau lebih variabel bebas dengan tujuan untuk memprediksi nilai rata-rata variabel terikat berdasarkan nilai variabel bebas yang diketahui. (Gozhali, 2001:43).
Salah satu tujuan penelitian ini adalah untuk menguji hipotesis tentang hubungan antar variabel dari model dibangun. Pengujian hipotesis akan dilakukan dengan teknik regresi berganda dengan metode stepwise untuk pengujian hubungan/pengaruh langsung dan teknik regresi hirarkis untuk pengujian hubungan/pengaruh tidak langsung.
Model persamaan regresi berganda dalam penelitian ini dibagi menjadi 3 bagian. Semuanya untuk mengukur hubungan langsung antara variabel independen dan variabel dependen.
Model persamaan 1: KO = α + 1(BO) + 2(K) + 3(M) + ei ……………………………(1)
Model persamaan 2: M = α + 1(BO) + 2(K) + ei ……………………………………(2)
Model persamaan 3: KO = α + 1(M) + ei ………..……..…….……..………….. ..(3)
Di mana:
KO = Kinerja Organisasi
M = Motivasi
α = Konstanta
BO = Budaya Organisasi
K = Kepemimpinan
ei = error term
Untuk memperkirakan semua hubungan dalam konsep model, digunakan regresi dengan Ordinary Least Squares (OLS). Ada tiga alasan untuk menggunakan OLS. Pertama, menurut Chin dan Newsted (1999), OLS memungkinkan estimasi karena ukuran sampel yang relatif kecil. Kedua, OLS sangat berguna untuk memprediksi orientasi alami, artinya memberikan sifat eksplorasi penelitian dan menekankan pada pengembangan teori (Barclay et al, 1995., Dan Fornell dan Cha, 1994). Ketiga, OLS dapat menghindari masalah yang mungkin timbul akibat multikolinearitas yang tidak bisa diabaikan (Ryan, Rayner, dan Morrison, 1999).
Sejalan dengan Abdul-Muhmin (2005) yang menggunakan OLS untuk menguji modelnya, di mana ia juga meneliti efek mediasi yang skala pengukurannya menggunakan skala likert.

Pengujian Hipotesis
Pengujian Hipotesis Hubungan/Pengaruh Langsung (Direct Effect)
Pengujian hipotesis penelitian dilakukan pengujian secara simultan dan secara parsial:
1. Pengujian secara simultan
Untuk menguji atau menganalisis Hipotesis secara simultan digunakan uji Ftest . Uji F yaitu suatu alat uji untuk mengetahui bagaimanakah pengaruh dari variabel bebas terhadap variabel terikat secara simultan. Adapun prosedurnya adalah sebagai berikut:
a. Menentukan Ho (Hipotesis nol) dan HA (Hipotesis alternatif)
b. Menentukan tingkat signifikannya (α = 5 %.)
c. Kriteria uji F, jika hasil print out komputer sig value < 5 % berarti pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat adalah signifikan.
2. Pengujian secara parsial
Berdasarkan model di atas maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:
HO1 : Budaya organisasi tidak berpengaruh secara parsial terhadap motivasi kerja pegawai Bappeda Kabupaten Aceh Besar.
HA1 : Budaya organisasi berpengaruh secara parsial terhadap motivasi kerja pegawai Bappeda Kabupaten Aceh Besar.
HO2 : Kepemimpinan tidak berpengaruh secara parsial terhadap motivasi kerja pegawai Bappeda Kabupaten Aceh Besar.
HA2 : Kepemimpinan berpengaruh secara parsial terhadap motivasi kerja pegawai Bappeda Kabupaten Aceh Besar.
HO3 : Budaya organisasi tidak berpengaruh secara parsial terhadap kinerja Bappeda Kabupaten Aceh Besar.
HA3 : Budaya organisasi berpengaruh secara parsial terhadap kinerja Bappeda Kabupaten Aceh Besar.
HO4 : Kepemimpinan tidak berpengaruh secara parsial terhadap kinerja Bappeda Kabupaten Aceh Besar.
HA4 : Kepemimpinan berpengaruh secara parsial terhadap kinerja Bappeda Kabupaten Aceh Besar.
HO5 : Motivasi kerja tidak berpengaruh secara parsial terhadap kinerja Bappeda Kabupaten Aceh Besar.
HA5 : Motivasi kerja berpengaruh secara parsial terhadap kinerja Bappeda Kabupaten Aceh Besar.
Untuk menguji atau analisis Hipotesis di atas, maka digunakan uji ttest. Uji t yaitu untuk mengetahui bagaimanakah pengaruh dari variabel bebas terhadap variabel terikat secara parsial. Adapun prosedurnya adalah sebagai berikut:
a. Menentukan Ho (Hipotesis nol) dan HA (Hipotesis alternatif)
b. Menentukan tingkat signifikannya (α = 5 %.)
c. Kriteria uji t, jika hasil print out komputer sig. value < 5 % berarti variable bebas memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel terikat.
Selain menguji hipótesis pengaruh langsung (direct effect) dari variabel-variabel bebas (budaya organisasi dan kepemimpinan) terhadap motivasi kerja, dan dampaknya terhadap kinerja organisasi, penelitian ini juga akan menguji pengaruh tidak langsung (indirect effect) dari variabel-variabel tersebut.
Pengujian Hipotesis Hubungan/Pengaruh Tidak Langsung (Indirect Effect)
Adapun hipótesis pengaruh tidak langsung yang telah dikembangkan pada penelitian ini untuk diuji adalah sebagai berikut:
HA6 : Terdapat pengaruh tidak langsung (indirect effect) dari budaya organisasi secara positif dan signifikan terhadap kinerja organisasi yang dimediasi oleh motivasi kerja pegawai.
HA7 : Terdapat pengaruh tidak langsung (indirect effect) dari kepemimpinan secara positif dan signifikan terhadap kinerja organisasi yang dimediasi oleh motivasi kerja pegawai.
Untuk menguji hubungan/pengaruh tidak langsung (indirect effect) tersebut di atas, maka digunakan model yang dikembangkan oleh Baron dan Kenny (1986), yaitu teknik regresi hirarki yang dapat menguji efek mediasi. Model Baron and Kenny (1986) ini dapat dijelaskan dalam gambar berikut.

β1 β4
β3
β2
Persamaan 1: m = β1x β1 harus significant
Persamaan 2: y = β2x β2 harus significant
Persamaan 3: y = β3x + β4x β3 harus significant; dan jika β2 tidak significant, ini akan berarti terjadi efek mediasi secara penuh (fully mediated); if β2 significant, maka akan terjadi efek mediasi secara parsial (partially mediated).
Gambar 3.1. Tehnik untuk menguji peranan dari efek mediasi
(the role of mediation effect)

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengujian Instrumen
Uji instrumen merupakan salah satu bagian terpenting dalam penelitian karena dengan melakukan uji ini akan diketahui tingkat kepercayaan dari instrument yang digunakan berdasarkan data yang diperoleh. Dalam pengumpulan data yang dilakukan dengan menggunakan kuesioner dihadapkan pada persoalan pokok. Permasalahan tersebut yaitu berupa validitas dan reliabilitas kuesioner yang digunakan untuk mengumpulkan data tersebut. Suatu pengumpulan data menggunakan kuesioner tanpa mengetahui bagaimana tingkat validitas dan reliabilitas kuesioner tersebut, maka tingkat kepercayaan yang terdapat pada data tersebut belum dapat dipertanggungjawabkan. Jadi, sebelum melakukan penelitian sesungguhnya perlu terlebih dahulu melakukan uji tingkat validitas dan reliabilitasnya.
Oleh karena studi ini menggunakan kuesioner sebagai instrumen penelitian, maka kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kusioner mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur. Selanjutnya, reliabilitas kuesioner perlu diukur karena akan menggambarkan keandalan dan stabilitas alat ukur yang digunakan, sehingga akan memberikan hasil pengukuran yang tidak berubah-ubah.
1. Uji Validitas
Uji validitas dilakukan untuk mengetahui apakah alat ukur yang telah disususn dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukur secara tepat. Validitas suatu instrument akan menggambarkan tingkat kemampuan alat ukur yang digunkan untuk mengungkapkan sesuatu yang menjadi sasaran pokok pengukuran. Dengan demikian permasalahan validitas instrumen (angket) dapat mengukur apa yang diukur disebut valid dan sebaliknya apabila tidak dapat mengukur apa yang diukur maka dinyatakan tidak valid.
Menurut Sudarmanto (2005:79), bahwa kriteria yang digunakan atau batas minimum suatu instrument atau tingkat angket dinyatakan valid, apabila :
1. Harga koefesien korelasi yang diperoleh dari analisis dibandingkan dengan harga koefesien korelasi pada table dengan tingkat kepercayaan yang telah dipilih.
2. Dibuat suatu ukuran tertentu, suatu instrument dinyatakan valid bila harga koefesien rtabel rhitung maka tidak valid, (Arikunto, 2002:146).
Berdasarkan hasil pengujian instrumen penelitian dari segi validitas item–total statistics terhadap 49 responden sebagaimana tertera pada tabel berikut, menunjukkan bahwa semua item pernyataan untuk variabel-varibel independen terdiri dari variabel budaya organisasi dan kepemimpinan serta variabel dependennya adalah variabel motivasi kerja dan kinerja organisasi mempunyai nilai korelasi r lebih besar dari 0.2010 (lihat tabel rtabel pada lampiran). Dengan demikian berarti item pernyataan untuk semua variabel adalah valid.

Tabel 4-1
Validitas Item Pertanyaan
Variabel Nomor
Item
rhitung
rtabel, 95 %
( N = 49 )
Validitas
Variabel Independen
Budaya
Organisasi
(X1) A1 0.465 0.2010 Valid
A2 0.387 0.2010 Valid
A3 0.492 0.2010 Valid
A4 0.381 0.2010 Valid
A5 0.390 0.2010 Valid
A6 0.317 0.2010 Valid
Kepemimpinan
(X2) B1 0.541 0.2010 Valid
B2 0.509 0.2010 Valid
B3 0.552 0.2010 Valid
B4 0.688 0.2010 Valid
Variabel Dependen
Motivasi
Kerja
(Y) D1 0.466 0.2010 Valid
D2 0.297 0.2010 Valid
D3 0.723 0.2010 Valid
D4 0721 0.2010 Valid
D5 0.637 0.2010 Valid
Kinerja Organisasi
(Z) D1 0.555 0.2010 Valid
D2 0.749 0.2010 Valid
D3 0.534 0.2010 Valid
D4 0.740 0.2010 Valid
D5 0.493 0.2010 Valid
Sumber : Data Output SPSS, 2011 (Diolah)
2. Uji Reliabilitas
Suatu alat ukur dikatakan memiliki reliabilitas yang tinggi atau dapat dipercaya, apabila alat ukur tersebut stabil sehingga dapat diandalkan (dependability) dan dapat digunakan untuk meramalkan (predictability). Dengan demikian alat ukur tersebut akan memberikan hasil pengukuran yang tidak berubah-rubah dan akan memberikan hasil yang serupa apabila digunakan berkali-kali. Reliabilitas menunjukkan pada sutau pengertian bahwa sesuatu instrument cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data yang tidak bersifat tendensius atau mengarahkan responden untuk memilih-milih jawaban tertentu. Oleh karena itu instrument yang reliabel akan menghasilkan data yang sesuia dengan kondisi sesungguhnya.
Selanjutnya, hasil pengujian instrument penelitian dari segi reliabilitas item-total statistics terhadap 49 Responden Pegawai Bappeda Kabupaten Aceh Besar sebagaimana tertera pada tabel berikut ini :
Tabel 4-2
Reliabilitas Variabel
Variabel Cronbach Alpha Reliabilitas
X1 Budaya organisasi 0.792 Reliabel
X2 Kepemimpinan 0.881 Reliabel
Y Motivasi Kerja 0.886 Reliabel
Z Kinerja Organisasi 0.844 Reliabel
Sumber : Data Output SPSS, 2011 (Diolah)

Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan bahwa hasil pengujian instrumen penelitian dari segi reliabilitas item–total statistics terhadap 49 responden menunjukkan bahwa semua item pernyataan untuk variabel-varibel independen, yaitu Budaya Organisasi (X1) dan Kepemimpinan (X2) terhadap Motivasi Kerja (Y) serta dampaknya terhadap Kinerja Organisasi (Z) sebagai variabel-variabel dependen mempunyai nilai Cronbach Alpha lebih besar dari 0.6 Dengan demikian berarti item pernyataan untuk semua variabel adalah reliabel.

Karakteristik Responden
Karakteristik responden dalam penelitian ini antara lain berdasarkan: jenis kelamin, status perkawinan, usia responden, pendidikan terakhir, pendapatan/bulan dan masa kerja responden. Selanjutnya, berdasarkan hasil pengolahan data yang bersumber dari responden sebanyak 49 orang diperoleh karakteristik sosial demografi responden dapat dilihat pada berikut :
Tabel 4-3
Karakteristik Sosial Demografi Responden
No Karakteristik Demografi
( n = 49 ) Jumlah
Responden %
1. Jenis Kelamin
1. Laki-laki
2. Perempuan
34
15
69.4
30.6
2. Status Perkawinan
1. Menikah
2. Belum Menikah
3. Janda/Duda
39
10

79.6
20.4

3. Usia Responden
1. Kurang dari 25 Tahun
2. 25 s/d 29 Tahun
3. 30 s/d 34 Tahun
4. 35 s/d 39 tahun
5. Lebih dari 40 tahun
4
15
10
5
15
8.2
30.6
20.4
10.2
30.6
4.
Tingkat Pendidikan Terakhir
1. SLTA Sederajat
2. Akademi/Diploma (D-3)
3. Sarjana (S-1)
4. Pascasarjana (S-2)
12
2
28
7
24.5
4.1
57.1
14.3
5. Pendapatan / Bulan
1. Kurang dari Rp. 1.999.000,-
2. Rp. 2.000.000,- s/d Rp. 2.999.000,-
3. Rp. 3.000.000,- s/d Rp. 3.999.000,-
4. Rp. 4.000.000,- s/d Rp. 4.999.000,-
5. Lebih dari Rp. 5.000.000,-
14
20
13
2

28.6
40.8
26.5
4.1

6.
Masa Kerja
1. Kurang dari 3 Tahun
2. 3 s/d 5 Tahun
3. 6 s/d 8 Tahun
4. 9 s/d 11Tahun
5. Lebih dari 11 Tahun
7
9
11
9
13
14.3
18.4
22.4
18.4
26.5
Total 49 100.0
Sumber : Data Primer, 2011 (Diolah)
Berdasarkan hasil pengolahan data seperti terlihat pada tabel diatas, maka dapat penulis jelaskan bahwa karakteristik responden berdasarkan yaitu :
1. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa dari 49 responden yang terdiri dari laki-laki 34 orang atau 69.4 % dan perempuan sebanyak 15 orang atau 30.6 %.
2. Karakteristik responden berdasarkan status perkawinan.
Berdasarkan data responden dari 49 kuesioner yang disebarkan menunjukkan bahwa responden yang sudah menikah sebanyak 39 orang atau 79.6 % dan yang belum menikah sebanyak 10 orang atau 20.4 %. Dari data tersebut tidak ada responden yang berstatus janda/duda.
3. Karakteristik responden berdasarkan usia responden.
Bila dilihat dari faktor usia responden, berdasarkan tabel diatas maka dapat dijelaskan bahwa pegawai yang berusia kurang dari 25 tahun sebanyak 4 orang atau 8.2 %, pegawai yang berusia 25 sampai 29 tahun sebanyak 15 orang atau 30.6 %, pegawai yang berusia antara 30 sampai 34 tahun sebanyak 10 orang atau 20.4 %, yang berusia 35 sampai 39 tahun sebanyak 5 orang atau 10.2 %, sedangkan pegawai Bappeda Kabupaten Aceh Besar yang berusia lebih dari 40 tahun sebanyak 15 orang atau 30.6 %.
4. Karakteristik responden berdasarkan pendidikan terakhir.
Berdasarkan data reponden dari 49 kuesioner yang disebarkan menunjukkan bahwa pegawai yang pendidikan terakhir SLTA sederajat sebanyak 12 orang atau 24.5 %, yang berpendidikan terakhir Akademi / Diploma III (D-3) sebanyak 2 orang atau 4.1 %, pegawai yang Sarjana (S-1) sebanyak 28 orang atau 57,1 %, dan pegawai yang berpendidikan Pascasarjana (S-2) sebanyak 7 orang atau 14.3 %.
5. Karakteristik responden berdasarkan pendapatan/bulan.
Bila dilihat dari faktor pendapatan pegawai stiap bulannya, maka dapat dijelaskan bahwa berdasarkan data dari 49 kuesioner yang disebarkan menunjukkan yang berpendapatan kurang dari Rp. 1.999.000,- sebanyak 14 orang atau 28.6 %, pendapatan berkisar Rp. 2.000.000,- s/d Rp. 2.999.000,- sebanyak 20 orang atau 40.8%, pegawai yang berpendapatan berkisar Rp. 3.000.000,- s/d Rp. 3.999.000,- sebanyak 13 orang atau 26.5 %, pendapatan pegawai yang berkisar antara Rp.4.000.000,- s/d Rp. 4.999.000,- sebanyak 2 orang atau 4.1 %, dan tidak ada pegawai Bappeda Kabupaten Aceh Besar yang berpendapatan lebih dari Rp.5.000.000,-./bulan.
6. Karakteristik responden berdasarkan masa kerja responden.
Untuk karakteristik berdasarkan masa kerja dapat dijelaskan bahwa dari 49 kuesioner yang disebarkan menunjukkan masa kerja responden yang kurang dari 3 tahun sebanyak 7 orang atau 14.3 %, pegawai yang masa kerja antara 3 sampai 5 tahun sebanyak 9 orang atau 18.4 %, dengan masa kerja antara 6 sampai dengan 8 tahun sebanyak 11 orang atau 22.4 % orang pegawai, responden dengan masa kerja antara 9 sampai dengan 11 tahun sebanyak 9 orang atau 18.4 %, dan jumlah pegawai Bappeda Kabupaten Aceh Besar dengan masa kerja lebih dari 11 tahun sebanyak 13 orang atau 26.5 %.

Deskripsi Variabel Penelitian
Variabel bebas (independent variable) dalam penelitian ini adalah terdiri dari variabel budaya organisasi (X1) berjumlah 6 item dan variabel Kepemimpinan (X2) sebanyak 4 item, sehingga keseluruhan variabel bebas berjumlah 10 item. Sedangkan variabel terikat (dependent variable) dalam penelitian ini adalah variabel motivasi kerja (Y) berjumlah 5 item dan variabel kinerja organisasi (Z) sebanyak 5 item, jadi keseluruhan variabel terikat berjumlah 10 item. Untuk menganalisis variabel-variabel tersebut diambil dari skor rata-rata jumlah skor dari komponen dari indikator variabel.
Penilaian responden terhadap variabel ini diukur dengan skor terendah adalah 1 untuk jawaban sangat tidak setuju dan tertinggi 5 untuk jawaban sangat setuju. Untuk mendeskripsikan jawaban variabel dapat ditunjukkan dengan nilai rata-rata variabel.
1. Variabel Budaya Organisasi
Berikut tabel distribusi frekuensi variabel budaya organisasi (X1) berdasarkan data hasil pengumpulan kuesioner dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4-4
Penilaian Responden pada Variabel Budaya Organisasi
INDIKATOR JAWABAN Mean
STS TS KS S SS
(1) (2) (3) (4) (5)
Frek % Frek % Frek % Frek % Frek %
1 Profesionalisme 2 4.1 3 6.1 16 32.7 23 49.9 5 10.2 3.53
2 Jarak dari manajemen 1 2.0 1 2.0 12 24.5 31 63.3 4 8.2 3.73
3 Sikap terbuka 1 2.0 4 8.2 18 36.7 20 40.8 6 12.2 3.53
4 Keteraturan 1 2.0 1 2.0 7 14.3 33 67.3 7 14.3 3.90
5 Rasa tidak curiga 2 4.1 9 18.4 22 44.9 13 26.5 3 6.1 3.12
6 Integrasi 3 6.1 – – 6 12.2 32 65.3 8 16.3 3.86
Skor nilai r ata-rata variabel budaya organisasi 3.61
Sumber : Data Primer, 2011 (Diolah)
Berdasarkan tabel tersebut dapat dijelaskan bahwa variabel budaya organisasi dalam penelitian ini rata-rata sebesar 3.61 yang bermakna bahwa responden dalam penelitian ini merasa “Setuju” terhadap pernyataan yang diajukan pada variabel Budaya Organisasi
2. Variabel Kepemimpinan
Untuk mendapat gambaran yang jelas mengenai persepsi responden terhadap variabel kepemimpinan (X2) berdasarkan data hasil pengumpulan kuesioner dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 4-5
Penilaian Responden pada Variabel Kepemimpinan
INDIKATOR JAWABAN Mean
STS TS KS S SS
(1) (2) (3) (4) (5)
Frek % Frek % Frek % Frek % Frek %
1 Bersikap ramah 2 4.1 11 22.4 22 44.9 13 26.5 1 2.0 3.00
2 Membantu bawahan 1 2.0 10 20.4 15 30.6 21 42.8 2 4.1 3.27
3 Menerima konsultasi 2 4.1 6 12.2 14 28.6 25 51.0 2 4.1 3.39
4 Memberikan kesejahteraan 4 8.2 15 30.6 22 44.9 7 14.3 1 2.0 3.71
Skor nilai rata-rata variabel kepemimpinan 3.09
Sumber : Data Primer, 2011 (Diolah)

Berdasarkan tabel diatas, dapat dijelaskan bahwa variabel kepemimpinan dalam penelitian ini rata-rata sebesar 3.09 yang bermakna bahwa responden dalam penelitian ini merasa “ Setuju ” terhadap pernyataan pada variabel kepemimpinan.

3. Variabel Motivasi Kerja
Untuk mendapat gambaran yang jelas mengenai persepsi responden terhadap variabel motivasi kerja (Y) berdasarkan data hasil pengumpulan kuesioner dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 4-6
Penilaian Responden pada Variabel Motivasi Kerja
INDIKATOR JAWABAN Mean
STS TS KS S SS
(1) (2) (3) (4) (5)
Frek % Frek % Frek % Frek % Frek %
1 Keberhasilan 2 4.1 6 12.2 7 14.3 28 57.1 6 12.2 3.61
2 Pengakuan/ penghargaan 4 8.2 9 18.4 27 55.1 8 16.3 1 2.0 2.86
3 Pekerjaan itu sendiri 4 8.2 3 6.1 2 4.1 30 61.2 10 20.4 3.80
4 Tanggung jawab 4 8.2 2 4.1 2 4.1 28 57.1 13 26.5 3.90
5 Pengembangan 3 6.1 3 6.1 1 2.0 27 55.1 15 30.6 3.98
Skor nilai rata-rata variabel motivasi kerja 3.63
Sumber : Data Primer, 2011 (Diolah)

Berdasarkan tabel diatas, dapat dijelaskan bahwa variabel motivasi kerja dalam penelitian ini rata-rata sebesar 3.63 yang bermakna bahwa responden dalam penelitian ini merasa “Setuju” terhadap pernyataan yang diajukan pada variabel motivasi kerja.
4. Variabel Kinerja Organisasi
Untuk mendapat gambaran yang jelas mengenai persepsi responden terhadap variabel kinerja organisasi (Z) berdasarkan data hasil pengumpulan kuesioner dapat dilihat pada tabel halaman berikut ini :

Tabel 4-7
Penilaian Responden pada Variabel Kinerja Organisasi
INDIKATOR JAWABAN Mean
STS TS KS S SS
(1) (2) (3) (4) (5)
Frek % Frek % Frek % Frek % Frek %
1 Produktivitas 1 2.0 7 14.3 11 22.4 26 53.0 4 8.2 3.51
2 Kualitas pelayanan 2 4.1 7 14.3 24 49.0 16 32.7 – – 3.10
3 Responsivitas 2 4.1 9 18.2 22 44.9 16 32.6 – – 3.06
4 Responsibilitas 1 2.0 6 12.2 11 22.4 28 57.1 3 6.1 3.53
5 Akuntabilitas – – 12 24.5 15 30.6 21 42.9 1 2.0 3.22
Skor nilai rata-rata variabel kinerja organisasi 3.28
Sumber : Data Primer, 2011 (Diolah)

Berdasarkan tabel diatas, dapat dijelaskan bahwa variabel kinerja organisasi dalam penelitian ini rata-rata sebesar 3.28 yang bermakna bahwa responden dalam penelitian ini merasa “Setuju” terhadap pernyataan yang diajukan pada variabel kinerja organisasi.

Analisis Faktor
Analisis faktor adalah suatu teknik statistik yang mengkorelasikan antara satu variabel dengan variabel lainnya, yang bertujuan untuk mencari beberapa faktor (dimensi) yang tersirat dari sekelompok variabel independen (Ma’ruf, 2005:75)
Analisis faktor dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
a. Merumuskan masalah
Membuat rumusan masalah berdasarkan pada teori, penelitian sejenis terdahulu dan pemikiran peneliti variabel yang diamati.

b. Membuat matrik korelasi
Membuat matrik korelasi untuk variabel-variabel yang tidak saling berhubungan dengan variabel lain, variabel-variabel yang tidak saling berhubungan dengan variabel lain akan dikeluarkan dari analisis. Untuk menguji variabel saling berhubungan diperlihatkan oleh nilai determinasi (R) yang mendekati 0, nilai KMO (Keiser-Meyer-Olkin) harus lebih besar dari 0.5, uji bartlett dan uji MSA.
– Nilai determinasi matrik korelasi harus menunjukkan angka yang mendekati nol. Hal ini menunjukkan bahwa antar variabel terbukti saling berhubungan (berkorelasi). Hasil determinasi matrik korelasi dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4-8
KMO and Bartlett’s Test
Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. .795
Bartlett’s Test of Sphericity Approx. Chi-Square 220.702
Df 45
Sig. .000

Berdasarkan tabel diatas hasil determinasi matrik korelasi menunjukkan angka yang mendekati nol yaitu 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa antar variabel terbukti saling berhubungan (berkorelasi).
– Uji KMO
Keiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequency memperoleh nilai sebesar 0,795 dimana menunjukkan bahwa pengambilan sampel cukup memadai dengan menggunakan analisis faktor dalam matrik korelasi, karena nilai KMO di atas 0,5.
– Uji Barlett
Yaitu untuk menguji keindependenan dari variabel yang ada. Hasil Bartlett’s Test of Sphericity adalah 220,702 dan significance = 0,000. Hasil ini menunjukkan bahwa antar variabel terjadi korelasi (signifikan 0,5.
c. Penentuan Jumlah Faktor
Penentuan jumlah faktor dapat dilihat pada komponen prinsip pada inisial statistik yang menurunkan satu atau lebih faktor dari variabel-variabel yang telah lolos pada uji variabel sebelumnya (Santoso, 2006:14)
d. Interpretasi Faktor
Interpretasi atas faktor yang telah terbentuk, khususnya memberi nama atas faktor yang terbentuk yang bisa dianggap bisa mewakili variabel-variabel anggota faktor tersebut (Santoso, 2006:14)

Pengujian Asumsi Klasik
Sebelum hasil analisis regresi tersebut digunakan untuk menguji hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji persyaratan regresi linear berganda dengan pengujian asumsi klasik terhadap model regresi tersebut. Ada tiga asumsi klasik yang diuji yaitu : uji normalitas, uji multikolinearitas dan uji heterokedastisitas. Apabila dalam pengujian ini ditemukan pelanggaran akan dilakukan perbaikan sebelum model yang digunakan untuk pengujian hipotesis.
Perbaikan dilakukan agar asumsi terpenuhi sehingga hasil estimasi (parameter) menjadi lebih akurat . Pada sub bab berikut ini akan dijelaskan hasil pengujian ketiga asumsi klasik tersebut :
1. Uji Normalitas
Pengujian normalitas data menurut Ghozali (2005:110) bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan analisis gambar berupa plot dan uji statistik dengan melihat nilai kurtosis dan skewness.
Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal, dan ploting data residual akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data residual normal, maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya (Ghozali, 2005: 110). Dengan melihat tampilan Normal P-P Plot (Gambar 4-1) maka dapat disimpulkan bahwa garis diagonal memberikan pola distribusi normal, sehingga model regresi layak digunakan.

Gambar 4-1. Hasil uji Normalitas
Pada gambar normal plot (Gambar 4-1) terlihat titik-titik menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal. Dengan melihat tampilan gambar normal plot dapat disimpulkan bahwa gambar normal plot memberikan pola distribusi normal. Berdasarkan uji asumsi klasik tersebut, dapat dijelaskan bahwa semua data yang digunakan dalam penelitian memenuhi semua asumsi klasik, sehingga model regresi linear berganda dalam penelitian ini layak digunakan .
2. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas menurut Ghozali (2005:91) bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independent. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antar variabel independent. Ketentuan uji multikolinearitas sebagai berikut :
a. Jika R2 tinggi tapi variabel independent banyak yang tidak signifikan, maka dalam model regresi terdapat multikolinearitas.
b. Menganalisis matriks korelasi variabel independent. Jika korelasi antar variabel independent tinggi yaitu diatas 0,90 maka terdapat multikolinearitas.
c. Melihat nilai tolerance lebih kecil dari 10% dan nilai VIF lebih besar dari 5 berarti ada multikolinearitas.
Bila ternyata dalam model regresi terdapat multikolinearitas, maka harus menghilangkan variabel independent yang mempunyai korelasi tinggi. Model regresi yang baika seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Untuk lebih jelasnya hasil pengujian multikoliniearitas dengan menggunakan nilai tolerance dan melihat nilai VIF adalah sebagai berikut:
Tabel 4-9
Hasil Uji Multikolinearitas
Variabel Collinearity Statistics Keterangan
Dependen Independen Tolerance VIF
Y Kinerja Organisasi X1 Budya organisasi 0.892 1.121 Bebas Multikolinearitas
X2 Kepemimpinan 0.548 1.826 Bebas Multikolinearitas
X3 Motivasi kerja 0.597 1.676 Bebas Multikolinearitas
Sumber : Data Output SPSS, 2011 (Diolah
Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas dapat dilihat dari nilai tolerance value dan Variance Inflation Factor (VIF). Menurut Ghozali (2005: 91) jika nilai tolerance value diatas 0.1 dan nilai VIF adalah di bawah 10 maka dianggap tidak terkena multikolineritas. Dari hasil pengujian (Tabel 4-8), menunjukkan bahwa nilai tolerance value dari kedua variabel independen berada di atas 0.1. dan nilai Variance Inflation Factor (VIF) di bawah 10. Dengan demikian dapat disimpulakan bahwa persamaan regresi linear berganda tidak terjadi multikolinearitas.
3. Uji Heterokedastisitas
Pengujian heteroskedastisitas menurut Ghozali (2005:105) bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksaman variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap maka disebut homoekedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang terjadi homokedastisitas.
Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tetentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengidentifikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y maka tidak terjadi heteroskedastisitas, (Ghozali, 2001). Hasil pengolahan data menunjukkan grafik scatterplot seperti terlihat pada gambar berikut ini :

Gambar 4-2. Hasil Uji Heterokedastisitas
Berdasarkan hasil pengujian seperti terlihat pada gambar diatas dapat dijelaskan bahwa model regresi dalam penelitian ini tidak terjadi heteroskedastisitas, karena tidak ada pola tertentu pada grafik scatterplot dan titik-titik yang ada tidak membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), serta titik-titik menyebar di atas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y maka tidak terjadi heteroskedastisitas dan sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Ghozali (2001).

Analisis Regresi Linier Berganda
Untuk mengetahui pengaruh budaya organisasi dan kepemimpinan terhadap motivasi kerja serta dampaknya pada kinerja organisasi (studi kasus Bappeda Kabupaten Aceh Besar) digunakan regresi linier berganda secara bertahap. Tahap pertama menggambarkan analisis linear berganda dari pengaruh budaya organisasi dan kepemimpinan terhadap motivadi kerja. Tahap berikutnya akan menggambarkan analisis linear berganda dari pengaruh budaya organisasi, kepemimpinan dan motivasi kerja terhadap kinerja organisasi. Kedua tahapan ini akan membuktikan pengaruh/hubungan langsung antara variabel independen dengan variabel dependen.
Pada sub-bagian berikut akan dijelaskan analisis linear berganda untuk pembuktian hipotesis yang mencerminkan hubungan/pengaruh langsung (direct effect).
Pembuktian Hipotesis Hubungan/Pengaruh Langsung (Direct Effect)
Sebagaimana dijelaskan di atas, pada tahap awal analisis data akan menyajikan hasil untuk pembuktian pengaruh budaya organisasi dan kepemimpinan terhadap motivasi kerja (direct effect).
1. Pengaruh Budaya Organisasi dan Kepemimpinan terhadap Motivasi Kerja
Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda dengan menggunakan step-wise method yang menggabarkan pengaruh/hubungan budaya organisasi dan kepemimpinan terhadap motivasi kerja karyawan pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Aceh Besar adalah sebagai berikut:

Tabel 4-10
Hasil Analisis Regresi Linier Berganda
Variabel Standardized
Coefficients (B) thitung Sig. Keterangan
BO Budaya Organisasi -0,056 -0,461 0,647 Tidak Signifikan
K Kepemimpinan 0,633 5,606 0,000 Signifikan
Keterangan :
R : 0,633
Adjusted R square : 0,388
F hitung : 31,433
F table : 2.404 Jumlah data observasi : 49
Variabel Terikat: Motivasi Kerja
Signifikan pada level 95%
Dependent Variable: Motivasi Kerja
Sumber : Data Output SPSS, 2011 (Diolah)
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa model regresi linear tersebut dapat dianalisis berdasarkan koefisien-koefisiennya. Model persamaan regresi linear berganda berdasarkan tabel di atas adalah :
MK = -0.056 (BO) + 0.633 (K)
Berdasarkan table dan persamaan regresi di atas menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara variable budaya organisasi dan kepemimpinan dengan motivasi kerja sebesar 0.633 atau 63,3% dengan nilai pengaruh variable independent terhadap variable dependent sebesar 0.388 atau 38,8%. Namun demikian, nilai koefisien regresi berganda dari variable budaya organisasi adalah sebesar -0,056 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.647 atau lebih besar dari 0.05. Ini menunjukkan bahwa hubungan antara budaya organisasi dan motivasi kerja adalah tidak signifikan. Dengan kata lain, bila meningkatnya budaya organisasi maka tidak akan meningkatkan motivasi kerja pegawai pada Kantor Bappeda Kabupaten Aceh Besar. Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara budaya organisasi dan motivasi kerja karyawan pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Aceh Besar.
Gambaran di atas menunjukkan bahwa hipotesis (HA1) yang menyatakan bahwa diduga terdapat pengaruh secara positif dan signifikan dari budaya organisasi terhadap motivasi kerja pegawai adalah ditolak.
Selanjutnya, hasil regresi linear berganda menunjukkan bahwa koeffisien regresi dari variabel kepemimpinan terhadap motivasi kerja adalah sebesar 0.633 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.00 atau lebih kecil dari 0.05. Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang yang positif dan signifikan antara kepemimpinan dengan motivasi kerja. Dengan kata lain, peningkatan kemampuan kepemimpinan akan mampu meningkatkan motivasi kerja karyawan pada Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Aceh Besar. Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan dari kepemimpinan terhadap motivasi kerja karyawan Bappeda Kabupaten Aceh Besar.
Gambaran di atas menunjukkan bahwa hipotesis (HA2) yang menyatakan bahwa diduga terdapat pengaruh secara positif dan signifikan dari kepemimpinan terhadap motivasi kerja pegawai adalah diterima (tidak ditolak).
2. Pengaruh Budaya Organisasi, Kepemimpinan dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja Organisasi

Dengan mengoperasikan variabel kinerja organisasi (dependent variabel) dengan tiga variabel bebas (independent variabel) yang terdiri dari variabel budaya organisasi, kepemimpinan dan motivasi kerja, maka dapat dianalisis pengaruhnya dengan menggunakan analisis regresi linear berganda. Berdasarkan analisis data dengan menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solution), diperoleh hasil seperti pada tabel berikut ini:
Tabel 4-11
Hasil Analisis Regresi Linier Berganda
Variabel Standardized
Coefficients (B) thitung Sig. Keterangan
BO Budaya Organisasi -0.004 0.032 0.974 Tidak Signifikan
K Kepemimpinan 0.330 2.180 0.035 Signifikan
MK Motivasi Kerja 0.402 2.772 0.008 Signifikan
Keterangan :
R : 0.661
Adjusted R square : 0.399
F hitung : 11.612
F table : 2.404 Jumlah data observasi : 49
Variabel Terikat: Kinerja Organisasi
Signifikan pada level 95%
Dependent Variable: Kinerja_Organisasi
Sumber : Data Output SPSS, 2011 (Diolah)
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa model regresi linear tersebut dapat dianalisis berdasarkan koefisien-koefisiennya. Model persamaan regresi linear berganda berdasarkan tabel di atas adalah :
KO = -0.004 (BO) + 0.330 (K) + 0.402 (MK)
Dari persamaan tersebut dapat dijelaskan bahwa nilai koefisien regresi dari budaya organisasi (BO) yaitu sebesar 0,004 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,974 atau lebih besar dari 0.05. Dengan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa budaya organisasi tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kinerja organisasi. Dengan kata lain, peningkatan budaya organisasi tidak akan memberikan efek terhadap peningkatan kinerja organisasi pada Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Aceh Besar. Jadi, budaya organisasi tidak berpengaruh terhadap kinerja organisasi.
Berdasarkan gambaran di atas, maka hipotesis (HA3) yang menyatakan bahwa diduga terdapat pengaruh secara positif dan signifikan dari budaya organisasi terhadap kinerja organisasi adalah ditolak.
Di lain pihak, nilai koefisien regresi dari Kepemimpinan (K) yaitu sebesar 0,330 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,035 atau lebih kecil dari 0,05. Dengan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa kepemimpinan memiliki hubungan positif dan signifikan dengan kinerja organisasi. Dengan kata lain, peningkatan kemampuan kepemimpinan akan memberikan efek terhadap peningkatan kinerja organisasi pada Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Aceh Besar. Jadi, variable kepemimpinan berpengaruh terhadap variable kinerja organisasi.
Gambaran di atas menunjukkan bahwa hipotesis (HA4) yang menyatakan bahwa diduga terdapat pengaruh secara positif dan signifikan dari kepemimpinan terhadap kinerja organisasi adalah diterima (tidak ditolak).
Selanjutnya, hasil analisis menunjukkan koefisien regresi dari variabel motivasi kerja terhadap kinerja organisasi adalah sebesar 0.402 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.008 atau lebih kecil dari 0.05. Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang yang positif dan signifikan antara motivasi kerja dengan kinerja organisasi. Dengan kata lain, peningkatan motivasi kerja akan mampu meningkatkan kinerja organisasi pada Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Aceh Besar. Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan dari motivasi kerja terhadap kinerja organisasi pada Bappeda Kabupaten Aceh Besar.
Gambaran di atas menunjukkan bahwa hipotesis (HA5) yang menyatakan bahwa diduga terdapat pengaruh secara positif dan signifikan dari motivasi kerja pegawai terhadap kinerja organisasi adalah diterima (tidak ditolak).
Dari hasil analisis tersebut di atas, maka dapat diketahui bahwa :
1. Jika variabel budaya organisasi (BO) meningkat 1 satuan skala likert, maka kinerja organisasi tidak akan meningkat secara signifikan karena nilai koefisien regresi hanya sebesar -0.004 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,974 walaupun dengan asumsi bahwa variabel kepemimpinan dan motivasi kerja dianggap konstan.
2. Jika variabel kepemimpinan (K) meningkat 1 satuan skala likert, maka kinerja organisasi akan meningkat secara signifikan sebesar 0.330 skala likert, dan dengan asumsi bahwa variabel budaya organisasi dan motivasi kerja dianggap konstan.
3. Jika variabel motivasi kerja (MK) meningkat 1 satuan skala likert, kinerja organisasi akan meningkat signifikan sebesar 0.402 skala likert, dan dengan asumsi bahwa variabel budaya organisasi dan kepemimpinan dianggap konstan.

Koefisien Korelasi
Koefisien korelasi berganda (R) pada variabel kinerja organisasi adalah 0.661 menunjukkan bahwa adanya mempunyai hubungan yang erat antara budaya organisasi, kepemimpinan dan motivasi kerja terhadap kinerja organisasi pada Bappeda Kabupaten Aceh Besar, yaitu sebesar 66.1%

Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi berganda (R2) atau Rsquare pada variabel kinerja organisasi adalah 0.399 yang berarti 39.9 % perubahan kinerja organisasi atau Bappeda Kabupaten Aceh Besar mampu dijelaskan atau dipengaruhi oleh kepemimpinan dan motivasi kerja pegawai Bappeda Kabupaten Aceh Besar. Sedangkan sisanya 60.1% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diikutsertakan dalam penelitian ini.
Pembuktian Hipotesis Secara Simultan (Uji-F)
Hipotesis penelitian ini menduga terdapat pengaruh yang signifikan antara budaya organisasi, kepemimpinan dan motivasi kerja terhadap kinerja organisasi Bappeda Kabupaten Aceh Besar secara secara simultan. Berikut adalah hasil pengujian hipotesis secara simultan, adalah :
Tabel 4-10
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 147.340 3 49.113 11.612 .000a
Residual 190.334 45 4.230
Total 337.673 48
a. Predictors: (Constant), Motivasi_Kerja, Budaya_Organisasi, Kepemimpinan
b. Dependent Variable: Kinerja_Organisasi

Berdasarkan tabel tersebut dapat dijelaskan bahwa tingkat signifikansi uji F sebesar 0.000 atau Fhitung (11.612) > Ftabel (2.404), berarti ada pengaruh yang signifikan antara variabel kepemimpinan dan motivasi kerja terhadap kinerja organisasi. Dari hasil tersebut maka Ho ditolak dan HA diterima. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan terdapat pengaruh yang signifikan antara kepemimpinan dan motivasi kerja terhadap kinerja organisasi Bappeda Kabupaten Aceh Besar secara simultan terbukti.
Pembuktian Hipotesis Hubungan/Pengaruh Tidak Langsung (Indirect Effect)
Model regresi hirarkis diterapkan untuk menganalisis hubungan tidak langsung antara variabel-variabel yang terdapat dalam model. Pendekatan ini digunakan untuk mengidentifikasi efek mediasi dari model yang dibangun. Untuk tujuan ini, pendekatan Baron dan Kenny (1986) digunakan untuk pembuktian hipotesis hubungan/pengaruh tidak langsung pada penelitian ini.
Berdasarkan model yang dibangun dalam penelitian ini, terdapat dua hipotesis yang menggambarkan hubungan/pengaruh tidak langsung, yaitu:
HA6 : Terdapat pengaruh tidak langsung (indirect effect) dari budaya organisasi secara positif dan signifikan terhadap kinerja organisasi yang dimediasi oleh motivasi kerja pegawai.
HA7 : Terdapat pengaruh tidak langsung (indirect effect) dari kepemimpinan secara positif dan signifikan terhadap kinerja organisasi yang dimediasi oleh motivasi kerja pegawai.
1. Pengaruh Motivasi Kerja sebagai Variabel Mediasi terhadap Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Organisasi

Gambar 4-3. berikut ini akan menjelaskan tentang hubungan antara “Budaya Organisasi” sebagai variabel independen dan “Kinerja Organisasi” sebagai variabel dependen. Kemudian, gambar ini juga akan membahas tentang pengaruh variabel mediasi (Motivasi Kerja) di antara hubungan tersebut.

β1= -0,056* β4= 0,402
β3 = —
β2 = -0,004*
MK = -0,056BO R2 = —- F = —-
KO = -0,004BO R2 = —- F = —-
KO = 0,402MK R2 = .258 F = 27.815

P .05
Gambar 4-3. Pembuktian Pengaruh Mediasi dari Variable Motivasi Kerja diantara Hubungan Variabel Budaya Organisasi dengan Kinerja Organisasi

Berdasarkan hasil analisis regresi, diidentifikasi bahwa tidak terdapat hubungan positif dan signifikan antara variable budaya organisasi dan motivasi kerja, yang digambarkan oleh β1 = 0,056*, dan p > 0,05. Selanjutnya, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara variabel budaya organisasi dan kinerja organisasi. Hal ini dibuktikan dengan β2 = -0,004*, dan p > 0,05. Karena hubungan-hubungan antar variable tersebut tidak signifikan, dan bila dikaitkan dengan metode dari Baron dan Kenny (1986), maka tidak dapat diidentifikasi efek mediasi dari variable motivasi kerja. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh mediasi dari motivasi kerja terhadap hubungan antara variabel budaya organisasi dan kinerja organisasi. Hal ini menunjukkan bahwa hasil tersebut tidak mendukung hipotesis (HA6) yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh tidak langsung (indirect effect) dari budaya organisasi secara positif dan signifikan terhadap kinerja organisasi yang dimediasi oleh motivasi kerja pegawai. Dengan kata lain, hipotesis (HA6) harus ditolak.
2. Pengaruh Motivasi Kerja sebagai Variabel Mediasi terhadap Hubungan Kepemimpinan dengan Kinerja Organisasi

Gambar 4-3 berikut ini akan menjelaskan tentang hubungan antara “Kepemimpinan” sebagai variabel independen dan “Kinerja Organisasi” sebagai variabel dependen. Kemudian, gambar ini juga akan membahas tentang pengaruh variabel mediasi (Motivasi Kerja) di antara hubungan tersebut.

β1= 0,633 β4= 0,402
β3 = 0,328
β2 = 0,330
MK = 0,633K R2 = 0,388 F = 27,815
KO = 0,330K R2 = 0,368 F = 17,804
KO = 0,633PQ + 0,402MK R2 = 0,412 F = 32,059

P < .05
Gambar 4-4. Pembuktian Pengaruh Mediasi dari Variable Motivasi Kerja diantara Hubungan Variabel Kepemimpinan dengan Kinerja Organisasi

Berdasarkan Gambar 4-3, dapat dijelaskan bahwa variabel kepemimpinan memiliki efek yang signifikan terhadap motivasi kerja (β1 = 0,633, p < 0,05). Kemudian, variabel kepemimpinan memiliki hubungan secara signifikan terhadap variabel kinerja organisasi (β2 = 0,330, p < 0,05), dan ketika hubungan antara kepemimpinan dan kinerja organisasi dimediasi oleh "motivasi kerja", juga menunjukkan hubungan yang signifikan (β3 = 0,328, p < 0,05).
Gambaran di atas juga memberikan informasi tentang perubahan R2 karena persamaan kedua (tanpa mediasi variabel) sekitar R2 = 0,368 untuk persamaan ketiga (dengan variabel mediasi) menjadi R2 = 0,412. Perubahan R2 adalah signifikan (F = perubahan 32,059, p < 0,05). Selanjutnya, hubungan antara variabel motivasi kerja dan kinerja organisasi juga signifikan (β = 0,402, p < 0,05).
Berdasarkan penjelasan di atas dikaitkan dengan metode dari Baron dan Kenny (1986) adalah (β1 = 0,633, p <.0,05); (β2 = 330, p < 0,05); (β3 = 0,328, p < 0,05), dan (β4 = 0,402, p < 0,05). Ini berarti bahwa variabel “kepemimpinan” memiliki peran sebagai dimediasi parsial (Partially mediation) antara variable independen “Kepemimpinan” dan variabel dependen “kinerja organisasi”.
Gambaran di atas menyimpulkan bahwa Hipotesis (HA7) yang menduga terdapat pengaruh tidak langsung (indirect effect) dari kepemimpinan secara positif dan signifikan terhadap kinerja organisasi yang dimediasi oleh motivasi kerja pegawai adalah dapat diterima (tidak ditolak).
Rangkuman dari Pembuktian Hipotesis
Berdasarkan gambaran di atas, terdapat 7 hipotesis dalam penelitian ini yang telah dilakukan pembuktian dengan analisis statistik. Semua hipotesis tersebut yang telah dikembangkan terdiri atas 5 buah hipotesis (HA1 – HA5) yang menggambarkan pengaruh langsung dan 2 buah hipotesis yang menggambarkan pengaruh tidak langsung (HA6 – HA7).
Secara lebih jelas, gambaran tentang diterima ataupun ditolaknya hipotesis dalam penelitian ini dapat dilihat sebagaimana dalam table pada halaman berikut ini.

Tabel 4-12
Rangkuman dari Pembuktian Hipotesis

Hipotesis
Kondisi

HA1
Budaya organisasi diduga terdapat pengaruh secara positif dan signifikan terhadap motivasi kerja pegawai.
X

HA2
Kepemimpinan diduga terdapat pengaruh secara positif dan signifikan terhadap motivasi kerja pegawai.

HA3
Motivasi kerja Pegawai diduga terdapat pengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja organisasi.

HA4
Budaya organisasi diduga terdapat pengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja organisasi.
X

HA5
Kepemimpinan diduga terdapat pengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja organisasi.

HA6
Terdapat pengaruh tidak langsung (indirect effect) dari budaya organisasi secara positif dan signifikan terhadap kinerja organisasi yang dimediasi oleh motivasi kerja pegawai.
X

HA7
Terdapat pengaruh tidak langsung (indirect effect) dari kepemimpinan secara positif dan signifikan terhadap kinerja organisasi yang dimediasi oleh motivasi kerja pegawai.


Note: √ = hipotesis tidak ditolak (hipothesis diterima)
X = hipotesis ditolak

Berdasarkan hasil dari analisis statistik, gambaran hubungan/pengaruh langsung (indirect effect) daripada variabel-variabel yang dibangun dalam model penelitian ini dapat dilihat dengan jelas sebagaimana dalam gambar berikut ini.

Budaya 0,004 (NS)

Organisasi
-0,056(NS) 0,402 Kinerja
Motivasi Kerja

Organisasi SMC= 0,399
0,633 SMC = 0,388

0,330
Kepemimpinan

Sumber : Dikembangkan dalam penelitian ini

I

p < .05
ns = not significant
Gambar 4-5. Kondisi Signifikansi Hubungan antar Variabel dalam Model
Interprestasi dari Pembuktian Hipotesis
Pada sesi berikut akan dijelaskan dan diinterprestasikan peranan dari setiap variable pada model yang telah dibangun dalam penelitian ini.
1. Peranan Variabel Budaya Organisasi

Variabel budaya organisasi, berdasarkan analisis regresi, terbukti tidak memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan motivasi kerja karyawan (HA1). Kondisi ini mengartikan bahwa semakin baiknya budaya organisasi ternyata tidak berpengaruh kepada semakin meningkatnya motivasi kerja pegawai pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Aceh Besar.
Selanjutnya, bila dikaitkan dengan kinerja organisasi, hasil analisis juga menujukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara budaya organisasi dengan kinerja organisasi (HA3). Hal ini bermakna bahwa membangun budaya organisasi yang baik tidak akan membawa dampak positif kepada peningkatan kinerja organisasi pada Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Aceh Besar.
Berdasarkan gambaran di atas, maka dapat diinterprestasikan bahwa tidak terdapat peranan variable budaya organisasi dalam model penelitian ini pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Aceh Besar dalam hal meningkatkan motivasi kerja maupun kinerja organisasi.
2. Peranan Variabel Kepemimpinan
Berdasarkan hasil analisis regresi, variabel kepemimpinan terbukti memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan motivasi kerja pegawai (HA2). Kondisi ini mengartikan bahwa semakin baiknya kemampuan kepemimpinan akan berpengaruh kepada semakin meningkatnya motivasi kerja pegawai pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Aceh Besar.
Selanjutnya, bila dikaitkan dengan kinerja organisasi, hasil analisis juga menujukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kepemimpinan dengan kinerja organisasi (HA4). Hal ini bermakna bahwa meningkatkan kemampuan kepemimpinan akan membawa dampak positif dan signifikan kepada peningkatan kinerja organisasi pada Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Aceh Besar.
Berdasarkan gambaran di atas, maka dapat diinterprestasikan bahwa terdapat peranan dari variable kepemimpinan dalam model penelitian ini pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Aceh Besar dalam hal meningkatkan motivasi kerja maupun kinerja organisasi.
3. Peranan Variabel Motivasi Kerja
Hasil analisis regresi linear berganda menjelaskan bahwa variabel motivasi kerja terbukti memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan kinerja organisasi (HA5). Kondisi ini menggambarkan bahwa semakin baiknya motivasi kerja pegawai akan berpengaruh kepada semakin meningkatnya kinerja organisasi pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Aceh Besar.
Selanjutnya, sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kepemimpinan dengan motivasi kerja, maka terdapat pengaruh yang tidak langsung (indirect effect) dari hubungan kepemimpinan dengan kinerja organisasi yang dimediasi oleh motivasi kerja. Dari hasil analisis pembuktian hubungan tidak langsung ditemukan bahwa terdapat pengaruh tidak langsung secara parsial (partially mediation) dari hubungan antara kepemimpinan dan kinerja organisasi yang dimediasi oleh motivasi kerja. Ini berarti bahwa terdapat peranan dari variabel motivasi kerja di dalam model penelitian ini dalam hal meningkatkan kinerja organisasi. Selain itu, terdapat peranan dari variable motivasi kerja sebagai partially mediator antara hubungan kepemimpinan dan kinerja organisasi. Artinya, pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja organisasi akan menjadi lebih baik bila terjadi peningkatan motivasi kerja pegawai pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Aceh Besar.
4. Peranan Variabel Kinerja Organisasi
Berdasarkan hasil regresi linear berganda, menggambarkan bahwa variable dependen kinerja organisasi dapat dipengaruhi oleh dua variable independen, yaitu kepemimpinan dan motivasi kerja. Artinya, bila kemampuan kepemimpinan ditingkatkan dan motivasi kerja ditingkatkan, maka akan berdampak pada peningkatan kinerja organisasi. Oleh karena itu, peranan variable kinerja organisasi dalam model penelitian ini adalah sebagai hasil akhir (outcome) yang tergantung kepada kemampuan kepemimpinan dan motivasi kerja pegawai pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Aceh Besar.
Interprestasi Berdasarkan Pendekatan Analisis Jalur
( Path Analisis Approach )
Jika asumsi pendekatan analisis jalur (path analisis) diterapkan dalam model penelitian ini, efek langsung dan tidak langsung satu variabel terhadap variabel lainnya akan dapat dijelaskan. Dengan menggunakan analisis ini, jumlah kontribusi eksternal terhadap internal factor dapat diidentifikasi, dan dapat pula dibandingkan efek dari masing-masing variabel. Hasilnya adalah variabel yang paling dominan atau penting dalam model dapat ditemukan.
Tabel berikut ini akan menyajikan total hubungan (total effect) dari variable independen terhadap variable dependen, sehingga mampu mencerminkan variable yang paling dominan dalam model penelitian ini.
Tabel 5-12
Total Effect dari Variabel Independen terhadap Variabel Dependen
Persamaan
Hubungan Langsung (Direct Effect) Hubungan Tidak Langsung
(Indirect Effect) Total Hubungan
(Total Effect)
BO → KO
BO → MK → KO
Total Pengaruh BO→KO -0,004
—- -0,004
—–
-0,004
MK → KO 0,402 —- 0,402
K → KO
K → MK → KO
Total Pengaruh K → KO 0,330
0,328 0,330
0,328
0,761
Sumber: Data Analisis, 2011
Keterangan: BO = Budaya Organisasi
MK = Motivasi Kerja
K = Kepemimpinan
KO = Kinerja Organisasi
Berdasarkan tabel di atas, maka dapat diperoleh gambaran bahwa hubungan langsung (direct effect) yang paling dominan adalah hubungan antara variable motivasi kerja dengan kinerja organisasi dengan koefisien regresi sebesar 0,402, selanjutnya diikuti oleh hubungan antara variable kepemimpinan dengan kinerja organisasi dengan koefisien regresi sebesar 0,330.
Lebih lanjut, bila dianalisis hubungan tidak langsung di mana variable motivasi kerja berperan sebagai variabel mediasi, maka diperoleh nilai koefisien regresi secara total. Berdasarkan gambaran di table di atas, maka diketahui bahwa total hubungan yang paling dominan dalam model penelitian ini adalah hubungan antara variabel kepemimpinan dan kinerja organisasi yang dimediasi oleh variabel motivasi kerja. Dengan demikian, variabel yang paling dominan dalam model penelitian ini adalah motivasi kerja.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Kinerja organisasi merupakan hasil kerja yang secara kualitas dan kuantitas dapat dicapai oleh suatu organisasi dalam melaksanakan semua kegiatan pokok sehingga mencapai misi atau visi organisasi. Pencapaian kinerja organisasi akan dipengaruhi oleh faktor kepemimpinan dan motivasi kerja.
2. Faktor budaya organisasi yang dibangun dalam model penelitian ini tidak mempengaruhi baik motivasi kerja maupun kinerja organisasi pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Aceh Besar.
3. Faktor motivasi kerja merupakan faktor yang paling dominan pengaruhnya terhadap kinerja organisasi. Hal ini dapat dilihat dari hasil nilai standardized coefficients yang menunjukkan bahwa faktor motivasi kerja memiliki nilai paling tinggi dibanding kepemimpinan.
4. Faktor motivasi kerja berperan sebagai variabel mediasi secara parsial diantara hubungan kepemimpinan dan kinerja organisasi.

Saran
Berdasarkan kesimpulan yang diuraikan di atas, maka dapat dirangkum beberapa saran sebagai berikut:
1. Untuk dapat menciptakan kinerja organisasi yang tinggi, maka Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Aceh Besar harus dapat meningkatkan kemampuan kepemimpinan dan motivasi kerja pegawainya.
2. Diharapkan kepada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Aceh Besar untuk dapat meningkatkan motivasi kerja melalui upaya peningkatan kemampuan kepemimpinan.
3. Faktor motivasi kerja adalah faktor yang paling dominan mempengaruhi kinerja organisasi, untuk itu Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten Aceh Besar hendaknya lebih menekankan pada faktor ini sebagai sebuah strategi untuk dapat meningkatkan kinerja organisasi sehingga masyarakat mendapatkan value/manfaat yang lebih dengan menghasilkan perencanaan pembangunan sesuai dengan visi dan misi organisasi.

Pos ini dipublikasikan di Uncategorized. Tandai permalink.

Tinggalkan komentar